26 Januari 2010

Jangan Jadi Kuli Tinta Seumur Hidup

Suatu hari, penulis buka www.azyumardiazra.com.
Penulis tulis e-mail, padanya. Isinya, ‘menjual diri’, bahwa penulis sudah menulis lebih dari 40 buku. Dia menjawab email itu... Antara lain,
“Saya senang anda masih berkarya…” jawab Azyumardi Azra.
Dia, mungkin lupa, penulis sudah melepaskan profesinya sebagai Kuli Tinta secara total. Dan, tidak akan pernah kembali menjadi kuli tinta, di saat puluhan kawan-kawan penulis masih setia menghabiskan usia di samudera kuli tinta yang semakin menarik. Hanya, puluhan kawan ini kini berganti dengan komputer, tidak lagi menulis laporan jurnalistik menggunakan mesin tik manual seperti era pertengahan 90-an.
Sedikit banyak, perubahan profesi dari kulit tinta menjadi penulis buku, didorong oleh nasehatnya, subuh itu, dalam suasana Perang Teluk.
***
ALHASIL, ALANGKAH BERGUNANYA secuil nasehat. Betapapun sederhananya nasehat itu. Mungkin nasehat kecil itu tidak mengubah secara kontan, tapi masih mengandung tenaga ubah yang dahsyat pada beberapa tahun kemudian. Nasehat, ingat Mohammad Natsir, bukan seperti makan langsung terasa kenyang. Dakwah katanya, mungkin baru terasa hasilnya sepuluh dua puluh tahun kemudian, atau baru timbul buahnya setelah kematian di juru dakwah yang dulu pernah memberi nasehat, ujar M. Natsir, pahlawan nasional.
Perhatikanlah, nasehat Nabi Muhammad, masih punya enerji cinta yang amat dahsyat, mengubah banyak orang lebih dari seribu tahun, lintas bangsa dan masa. Di masa depan nasehat Rasulullah masih punya daya ubah bagi milyaran manusia! Luar biasa, makna sebuah nasehat, padahal sang pemberi nasehat, tidak lagi berjumpa, baik karena jarak maupun karena kematian!

Juga tuliskanlah nasehat itu, melalui buku-buku sebagai bagian dari amal sholeh, amal jariah yang pahalanya mengalir abadi di saat pengarangnya telah tiada di bumi. Nasehat Imam Al Ghazali terus punya daya ubah yang dahsyat selama sembilan abad terakhir sejak abad ke sebelas!
Oleh karena itu, keluarkanlah sebuah NASEHAT, meski saat dikeluarkan nasehat itu langsung ditolak.
“Jangan terus menerus menjadi wartawan, kuli tinta. Mulailah menulis buku…,” ujar Kak Edy yang melepaskan profesi sebagai kuli tinta sejak lama.

Nasehat kecil Azyumardi Azra itu telah berbekas di hati yang terdalam, dan memberi daya dorong yang hebat meledak dahsyat seperti bom atom Hiroshina enam tahun kemudian sejak meluncur dari celah-celah bibirnya di waktu subuh.
Mungkin, Azyumardi Azra sendiri sudah lupa dengan ucapannya sendiri. Tapi bagi penulis? Tidak! Ucapan itu, sungguh bermakna. Karena, telah mengubah arah perjalanan hidup, secara tidak terduga sama sekali.
“Mulailah menulis buku, jangan menjadi kuli tinta seumur-umur….” ulangnya.
Menulislah buku, sepenuh jiwa, penuh cinta.
Terima kasih, Kak Edy!
“ Dan berilah peringatan, sesungguhnya peringatan itu bermanfaat untuk orang-orang beriman”
<>

By : Yudi Pramuko dalam buku "100 Kisah Cinta Luar Biasa dari Orang-orang Biasa" Penerbit : Taj Mahal Februari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar