02 Desember 2009

GEMPA DI MATA ROSULULLOH DAN GENERASI TERBAIK

Sebelumnya pada bulan Ramadhan gempa 7,3 skala richter mengguncang Pulau Jawa. Pusatnya ada di Jawa Barat, tepatnya di Tasikmalaya. Kembali guncangan gempa itu datang ba'da Ramadhan di Padang Pariaman gempa dengan kekuatan 7,6 skala richter,.. Guncangan yang kembali menambah daftar kesedihan, korban harta bahkan korban jiwa.
Ba'da Ramadhan 1430 H ini sedang mengajak kita untuk merenung lebih dalam. Ada yang harus ditadabburi. Langkah ini harus dihentikan sejenak untuk mentadaburi ada apa dengan perjalanan kita dan bangsa ini.
Jika Badan Metereologi dan Geofisika telah membahas gempa dari sudut ilmiah. Pusat gempa, kekuatannya, penyebabnya, radius kerusakannya dan sebagainya.
Kini, mari kita belajar tentang gempa dari manusia terbaik sepanjang sejarah bumi yang mendapat bimbingan langit, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Juga dari generasi terbaik yang pernah Allah munculkan demi memakmurkan bumi ini, para shahabat Nabi, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

GEMPA DIMATA ROSULULLOH

Setidaknya dua kali gempa tercatat dalam riwayat hadits Nabi. Yang pertama di Mekah. Dan kedua di Madinah.
Pertama, Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Kuzaimah, ad-Daruquthni, dan lainnya dari Utsman bin Affan bahwa dia berkata,

“Apakah kalian tahu Rasulullah pernah berada di atas Gunung Tsabir di Mekah. Bersama beliau; Abu Bakar, Umar dan saya. Tiba-tiba gunung berguncang hingga bebatuannya berjatuhan. Maka Rasulullah menghentakkan kakinya dan berkata: Tenanglah Tsabir! Yang ada di atasmu tidak lain kecuali Nabi, Shiddiq dan dua orang Syahid.”

Kedua, hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata:

“Nabi naik ke Uhud bersamanya Abu Bakar, Umar dan Utsman. Tiba-tiba gunung berguncang. Maka Nabi menghentakkan kakinya dan berkata: Tenanglah Uhud! Yang ada di atasmu tiada lain kecuali Nabi, Shiddiq dan dua orang syahid.”

Di antara pelajaran besar dalam dua riwayat di atas bahwa ternyata gunung tidak layak berguncang saat ada 4 manusia terbaik ada di atasnya. Nabi harus menghentakkan kaki dan mengeluarkan perintah kepada gunung untuk menghentikan guncangan tersebut.

Di sinilah pelajaran besarnya bagi kita sebagai analisa pertama tentang gempa. Bahwa keberadaan orang-orang shaleh di sebuah masyarakat membuat bumi tidak layak berguncang. Kriteria keshalehan sangat spesifik disebutkan dalam riwayat tersebut. Untuk kita, hanya tinggal dua pilihan mengingat sudah tidak ada lagi nabi. Yaitu: Shiddiq. Kriteria utama Abu Bakar adalah beriman tanpa ada rasa keraguan sedikit pun. Dan Syahid. Mereka yang meninggal fi sabilillah.

Jika manusia dengan dua kriteria itu masih banyak yang hidup di atas bumi, maka bumi tidak layak gempa. Sebaliknya, gempa terjadi manakala bumi telah sepi dari keberadaan orang-orang dengan keimanan tanpa ada kabut keraguan dan orang-orang yang meninggal fi sabilillah.

Dalam riwayat mursal yang disebutkan oleh Ibnu Abid Dun-ya, setelah Rasulullah menenangkan guncangan beliau berkata kepada para shahabat,

“Sesungguhnya Tuhan kalian sedang menegur kalian, maka ambillah pelajaran!”

GEMPA DI MATA UMAR BIN KHATAB radhiallahu anhu

Gempa juga tercatat pernah terjadi di Masa kekhilafahan Umar, sebagaimana yang disampaikan dalam riwayat Ibnu Abid Dun-ya dalam Manaqib Umar. Madinah sebagai pusat pemerintahan kembali berguncang. Umar menempelkan tangannya ke tanah dan berkata kepada bumi, “Ada apa denganmu?” Dan inilah pernyataan sang pemimpin tertinggi negeri muslim itu kepada masyarakat pasca gempa,

“Wahai masyarakat, tidaklah gempa ini terjadi kecuali karena ada sesuatu yang kalian lakukan. Alangkah cepatnya kalian melakukan dosa. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, jika terjadi gempa susulan, aku tidak akan mau tinggal bersama kalian selamanya!”

Kembali, generasi terbaik itu mengajarkan ilmu mulia bahwa gempa terjadi karena dosa yang dilakukan oleh masyarakat. Umar dengan tegas menyatakan itu. Lebih tegas lagi saat dia bersumpah bahwa jika terjadi gempa susulan, Umar akan meninggalkan Madinah. Karena itu artinya dosa kembali dikerjakan dan tidak kunjung ditaubati.

GEMPA DI MATA KA'AB BIN MALIK radhiallahu anhu

Shahabat Ka’ab bin Malik mempunyai pendapat yang mirip dengan Umar bin Khattabh. Inilah pernyataan lengkapnya tentang gempa,

“Tidaklah bumi berguncang kecuali karena ada maksiat-maksiat yang dilakukan di atasnya. Bumi gemetar karena takut Rab nya azza wajalla melihatnya.”

Ka’ab menyebut bahwa guncangan bumi adalah bentuk gemetarannya bumi karena takut kepada Allah yang Maha Melihat kemaksiatan dilakukan di atas bumi-Nya.

GEMPA DI MATA UMMUL MUKMININ 'AISYAH radhiallahu anha

Inilah pelajaran yang diberikan oleh guru besar para shahabat dan tabi’in sepeninggal Nabi selama 47 tahun; Aisyah istri Nabi, seperti yang disampaikan oleh Ibnu Qayyim dalam kitabnya al-Jawabul Kafi.

Suatu saat Anas bin Malik bersama seseorang lainnya mendatangi Aisyah. Orang yang bersama Anas itu bertanya kepada Aisyah: Wahai Ummul Mukminin jelaskan kepadaku tentang gempa.

Aisyah menjelaskan,

“Jika mereka telah menghalalkan zina, meminum khamar dan memainkan musik. Allah azza wajalla murka di langit-Nya dan berfirman kepada bumi: guncanglah mereka. Jika mereka taubat dan meninggalkan (dosa), atau jika tidak, Dia akan menghancurkan mereka.

Orang itu bertanya kembali: Wahai Ummul Mukminin, apakah itu adzab bagi mereka?

Aisyah menjawab, “Nasehat dan rahmat bagi mukminin. Adzab dan kemurkaan bagi kafirin.”

Anas berkata: Tidak ada perkataan setelah perkataan Rasul yang paling mendatangkan kegembiraan bagiku melainkan perkataan ini.

Sangat gamblang dan jelas penjelasan Ummul Mukminin Aisyah tentang penyebab spiritual gempa. Tiga dosa yang semuanya marak di zaman kita ini. Khusus untuk dosa yang pertama, Aisyah menggunakan kata istabahu yang artinya masyarakat telah menganggap zina itu mubah. Zina tidak hanya dilakukan, tetapi telah dianggap mubah. Dari ucapan, tindakan, kebijakan sebuah masyarakat bisa dibaca bahwa mereka yang telah meremehkan dosa zina, memang layak dihukum dengan gempa.



Inilah Kesimpulannya...

Dari semua pernyataan hamba-hamba terbaik Allah di muka bumi ini tentang gempa, ternyata penyebab spiritual gempa adalah sebagai berikut:

1. Sedikitnya orang-orang shiddiq dan syahid yang tinggal di atas muka bumi
2. Masyarakat telah melegalkan zina
3. Masyarakat telah mengkonsumsi khamar (narkoba)
4. Masyarakat telah memainkan musik

Dan Inilah 4 Solusi dari Khalifah Adil...

Umar bin Abdul Aziz yang memerintah tahun 99 H – 101 H dengan prestasi fantastik dalam memakmurkan masyarakatnya hanya dalam 29 itu memberikan solusi terhadap gempa. Hal ini berawal dari gempa yang terjadi di zaman pemerintahannya. Selepas gempa mengguncang, Umar bin Abdul Aziz segera menulis surat instruksi kepada semua jajaran pejabatnya di seluruh negeri kekuasaannya. Dan inilah instruksinya,

“Gempa ini adalah sesuatu yang Allah azza wajalla gunakan untuk menegur hamba-hamba-Nya. Saya telah menulis perintah ke seluruh wilayah agar mereka keluar pada hari yang telah ditentukan pada bulan yang telah ditentukan, siapa yang mempunyai sesuatu maka bershadaqahlah karena Allah berfirman,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (14) وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى (15)

14. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), 15. dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. (Qs. Al-A’la: 14-15)

Dan katakanlah sebagaimana Adam berkata,

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs. Al-A’raf: 23)

Dan katakanlah sebagaimana Nuh berkata,

وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi." (Qs. Hud: 47)

Dan katakanlah sebagaimana Yunus berkata,

لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." (Qs. Al-Anbiya’: 87)

Semoga tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat untuk kita semua, dan semuanya kembali kepada sikap tingkah laku perbuatan amalan yg kita lakukan, semoga Alloh mengampuni kekhilafan kita selama ini, dan semoga kita selalu introspeksi diri, saling mentausyiahi dalam kebenaran dan kesabaran.

Wallahu a’lam

Siapakah Wanita Yang Pertama Masuk Surga?


Pernahkah terbersit dalam pikiran anda untuk bertanya “Siapa sih wanita yang pertama masuk surga di akhirat kelak?”. Sebuah pertanyaan iseng yang kalo dipikir-pikir sih ternyata membuat kita penasaran juga ya. Jika anda penasaran (seperti juga aku ketika itu), maka anda sama penasarannya dengan Siti Fatimah, putri Rasulullah Saw. Ia berniat menanyakan hal ini kepada ayahandanya.

Lalu, apakah anda menduga bahwa wanita yang pertama masuk surga itu adalah Siti Fatimah? Atau ibunda beliau Siti Khadijah, atau Siti Aisyah ataukah salah satu dari keluarga Rasulullah Saw lainnya? Mmm. Jika iya, jawaban anda ternyata salah. Inilah hebatnya Islam, tidak mengenal istilah ‘nepotisme’ (hehehe). Dalam sebuah ceramah agama, akhirnya aku tahu, ternyata wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah. Anda kaget? Sama seperti Siti Fatimah ketika itu, yang mengira dirinyalah yang pertama kali masuk surga.

Siapakah Muti’ah? Karena rasa penasaran yang tinggi, Siti Fatimah pun mencari seorang wanita yang bernama Muti’ah ketika itu. Beliau juga ingin tahu, amal apakah yang bisa membuat wanita itu bisa masuk surga pertama kali? Mmm, pencarian pun dimulai, sodare-sodare…

Setelah bertanya-tanya, akhirnya Siti Fatimah mengetahui rumah seorang wanita yang bernama Muti’ah tersebut. Kali ini ia ingin bersilaturahmi ke rumah wanita tersebut, ingin melihat lebih dekat kehidupannya. Waktu itu, Siti Fatimah berkunjung bersama dengan anaknya yang masih kecil, Hasan. Setelah mengetuk pintu, terjadilah dialog.

“Di luar, siapa?” kata Muti’ah tidak membukakan pintu.

“Saya Fatimah, putri Rasulullah”

“Oh, iya. Ada keperluan apa?”

“Saya hanya berkunjung saja”

“Anda seorang diri atau bersama dengan lainnya?”

“Saya bersama dengan anak saya, Hasan?”

“Maaf, Fatimah. Saya belum mendapatkan izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki”

“Tetapi Hasan masih anak-anak”

“Walaupun anak-anak, dia lelaki juga kan? Maaf ya. Kembalilah besok, saya akan meminta izin dulu kepada suami saya”

“Baiklah” kata Fatimah dengan nada kecewa. Setelah mengucapkan salam, ia pun pergi.

Keesokan harinya, Siti Fatimah kembali berkunjung ke rumah Muti’ah. Selain mengajak Hasan, ternyata Husein (saudara kembar Hasan) merengek meminta ikut juga. Akhirnya mereka bertiga pun berkunjung juga ke rumah Muti’ah. Terjadilah dialog seperti hari kemarin.

“Suami saya sudah memberi izin bagi Hasan”

“Tetapi maaf, Muti’ah. Husein ternyata merengek meminta ikut. Jadi saya ajak juga!”

“Dia perempuan?”

“Bukan, dia lelaki”

“Wah, saya belum memintakan izin bagi Husein.”

“Tetapi dia juga masih anak-anak”

“Walaupun anak-anak, dia juga lelaki. Maaf ya. Kembalilah esok!”

“Baiklah” Kembali Siti Fatimah kecewa. Namun rasa penasarannya demikian besar untuk mengetahui, rahasia apakah yang menyebabkan wanita yang akan dikunjunginya tersebut diperkanankan masuk surga pertama kali.

Akhirnya hari esok pun tiba. Siti Fatimah dan kedua putranya kembali mengunjungi kediaman Mutiah. Karena semuanya telah diberi izin oleh suaminya, akhirnya mereka pun diperkenankan berkunjung ke rumahnya. Betapa senangnya Siti Fatimah karena inilah kesempatan bagi dirinya untuk menguak misteri wanita tersebut.

Menurut Siti Fatimah, wanita yang bernama Muti’ah sama juga seperti dirinya dan umumnya wanita. Ia melakukan shalat dan lainnya. Hampir tidak ada yang istimewa. Namun, Siti Fatimah masih penasaran juga. Hingga akhirnya ketika telah lama waktu berbincang, “rahasia” wanita itu tidak terkuak juga. Akhirnya, Muti’ah pun memberanikan diri untuk memohon izin karena ada keperluan yang harus dilakukannya.

“Maaf Fatimah, saya harus ke ladang!”

“Ada keperluan apa?”

“Saya harus mengantarkan makanan ini kepada suami saya”

“Oh, begitu”

Tidak ada yang salah dengan makanan yang dibawa Muti’ah yang disebut-sebut sebagai makanan untuk suaminya. Namun yang tidak habis pikir, ternyata Muti’ah juga membawa sebuah cambuk.

“Untuk apa cambuk ini, Muti’ah?” kata Fatimah penasaran.

“Oh, ini. Ini adalah kebiasaanku semenjak dulu”

Fatimah benar-benar penasaran. “Ceritakanlah padaku!”

“Begini, setiap hari suamiku pergi ke ladang untuk bercocok tanam. Setiap hari pula aku mengantarkan makanan untuknya. Namun disertai sebuah cambuk. Aku menanyakan apakah makanan yang aku buat ini enak atau tidak, apakah suaminya seneng atau tidak. Jika ada yang tidak enak, maka aku ikhlaskan diriku agar suamiku mengambil cambuk tersebut kemudian mencambukku. Ini aku lakukan agar suamiku ridlo dengan diriku. Dan tentu saja melihat tingkah lakuku ini, suamiku begitu tersentuh hatinya. Ia pun ridlo atas diriku. Dan aku pun ridlo atas dirinya”

“Masya Allah, hanya demi menyenangkan suami, engkau rela melakukan hal ini, Muti’ah?”

“Saya hanya memerlukan keridloannya. Karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang baik dan sang suami ridlo kepada istrinya”

“Ya… ternyata inilah rahasia itu”

“Rahasia apa ya Fatimah?” Mutiah juga penasaran.

“Rasulullah Saw mengatakan bahwa dirimu adalah wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali. Ternyata semua gara-gara baktimu yang tinggi kepada seorang suami yang sholeh.”

“Masya Allah… Subhanallah…

5 Kebiasan Hidup Sehat Rosululloh SAW

1. Selektif dalam Memilih Makanan yang Halalan dan Toyyiban, wal Mubarokatan fiih..

Rasulullah SAW hanya makan makanan yang halal, dalam arti bukan makanan haram yang diperoleh dari usaha atau cara yang tidak dibenarkan secara syariat. Dengan kata lain, Rasulullah SAW selalu makan makanan yang diperoleh dengan cara yang benar. Bukan makanan dari hasil curian, bukan berasal dari uang korupsi, dan sebagainya. Halal terkait dengan urusan akhirat. Sementara toyyib terkait dengan urusan duniawi, seperti baik tidaknya untuk kesehatan kita, atau bergizi atau tidaknya makanan yang kita makan. Sate kambing, sebagai contoh, memang merupakan makanan yang halal, karena diperoleh dari membeli dengan menggunakan uang dari jerih payah dalam bekerja, bukan uang korupsi dan atau bukan berasal dari hasil mencuri. Namun sate kambing bukan makanan yang toyyib bagi seseorang yang mungkin mengalami tekanan darah tinggi, dan berkah adalah yang diridhoi Alloh sehingga keberkahan mengandung unsur kebaikan buat tubuh, walau keberkahan itu tidak terlihat..


2. Tidak Makan Sebelum Lapar, dan Berhenti Makan Sebelum Kenyang.

Dalam hal ini, Rasulullah SAW tidak makan sampai terlalu kenyang. Tidak makan sampai di luar batas kemampuan perutnya. Rasulullah mempertimbangkan kemampuan perut dengan perbandingan yang seimbang antara sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk udara (oksigen) di dalam perut. Perbadingan ideal tersebut hanya dapat dilakukan jika beliau tidak makan sebelum lapar, segera berhenti makan sebelum kenyang. Dengan kata lain, makan yang baik adalah pada waktunya. Penyakit maag pada umumnya terjadi karena cara makan yang tidak teratur.


3. Makan Dengan Tenang, Tumakninah, Tidak Tergesa-Gesa, Dengan Tempo Yang Sedang.

Cara makan yang dilakukan Rasulullah SAW ternyata sangat sesuai dengan anjuran kesehatan, agar kita mengunyah makanan sampai sekitar 32 kali, sehingga makanan yang kita makan sampai di usus besar dapat dicernakan dengan mudah, dan kemudian diserap di usus halus dengan mudah pula. Tugas usus akan sangat terbantu oleh cara makan yang tenang, tumakninah, tidak tergesa-gesa, dan dengan tempo yang sedang. Kita akan menikmati lezatnya makanan yang kita makan dengan cara makan yang demikian. Dan dengan demikian, rasa syukur akan muncul ketika kita makan, di samping memulai makan dengan basmallah dan mengakhirinya dengan hamdallah.


4. Cepat Tidur dan Cepat Bangun.

Jika sudah waktunya tidur, maka Rasulullah SAW akan cepat tidur. Tidur yang tepat di malam hari kira-kira adalah seusai istirahat setelah shalat Isya, kurang lebih pukul 21.30. Kemudian kira-kira pukul 03.00 sudah bangun di pertiga malam untuk shalat malam. Dengan demikian waktu yang digunakan untuk tidur adalah kurang dari delapan jam. Dalam konteks ini, penggunaan waktu 24 jam dalam satu hari satu malam, adalah sepertiga untuk bekerja, sepertiga untuk beribadah kepada Allah, dan sepertiga lagi adalah untuk tidur yang cukup. Tentu saja, perbandingan ini tidaklah kaku, melainkan dalam pengertian dalam keseimbangan.

Dalam hal urusan tidur, beliau tidak tidur melebih kebutuhan, namun tidak juga menahan diri tidak menahan diri untuk tidur sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal kebutuhan tidur yang melebih kebutuhan ini pernah diadakan penelitian oleh Daniel F. Kripke, seorang ahli psikiatri Universitas California, Amerika Serikat. Penelitiannya yang dilakukan di Jepang dan Amerika Serikat selama 6 tahun dengan responden berusia 30 – 120 tahun, dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang memiliki kebiasaan tidur lebih dari 8 jam sehari memiliki resiki kematian yang lebih cepat. Hal ini sangat berlawanan dengan mereka yang memiliki kebiasaan tidur kurang dari delaman jam, 6 – 7 jam, maksimal 8 jam.

Menurut riwayat, cara tidur Rasulullah adalah miring ke kanan, menghadap kiblat. Jika sudah penat dengan cara ini, kemudian beliau miring ke kiri barang sejenak dan kemudian miring ke kanan kembali.


5. Selalu Istiqamah Melaksanakan Puasa Sunah, di Luar Puasa Wajib Ramadhan.

Dari segi kesehatan, puasa merupakan satu bentuk pemberian istirahat bagi sistem pencernaan makanan kita. Ibarat mesin, sistem pencernaan kita memerlukan masa overhaul atau turun mesin untuk merevitalisasi kemampuan mesin. Demikian juga dengan sistem pencernaan kita, juga memerlukan turun mesin agar dapat mempunyai tenaga kembali untuk melakukan tugasnya dalam mencernakan makanan dalam tubuh kita.

So sehat itu mudah dan tidak perlu mahal, berusaha mengikuti sunnah Rosul insya Alloh hidup kita kan lebih sehat.. Subhanalloh, begitu mulia rosul sampai mengajarkan kita melalui prilaku beliau yang sepanjang hidupnya beliau tidak pernah sakit..hanya Rosulullohlah teladan kita, dan terbaik prilakunya , semoga catatan kecil ini bermanfaat untuk kita semua sebagai bahan tambahan menyikapi prilaku hidup sehat kita sehari-hari..

01 Desember 2009

Keajaiban Manusia Akhir Zaman

Sesungguhnya keajaiban manusia di akhir zaman ini sangat banyak dan nyata sekali. Terkadang kita kurang jeli memperhatikannya sehingga terlihat dunia ini berjalan baik-baik saja. Namun, bila kita cermati dengan baik, kita akan menemukan segudang keajaiban dan keanehan dalam kehidupan manusia akhir zaman dan hampir dalam semua lini kehidupan. Keajaiban yang kita maksudkan di sini bukan terkait dengan persitiwa alam seperti gempa bumi, tsunami dan sebagainya, atau kejadian yang aneh-aneh lainnya, melainkan pola fikir manusia yang paradoks yang berkembang biak di akhir zaman ini. Berikut ini adalah sebagian kecil dari berfikir paradoks yang berkembang akhir-akhir ini dalam masyarakat luas. Lebih ajaib lagi, berfikir paradoks tersebut malah dimiliki pula oleh sebagian umat Islam dan para tokoh mereka. Di antaranya:


Bila seorang pengusaha atau pejabat tinggi melakukan korupsi milyaran dan bahkan triliunan rupiah, maka aparat penegak hukum dengan mudah mengatakan tidak ada bukti untuk menahan dan mengadilinya.


Namun, bila yang mencuri itu seorang nenek atau masyarakat bawah (lemah), dengan mudah dapat ditangkap, disidangkan dan diputuskan hukuman penjara, kendati mereka mengambil hanya satu buah semangka atau tiga buah kakau, mungkin saja karena lapar.


Bila ada orang atau kelompok dengan nyata-nyata merusak dan melecehkan ajaran Islam yang sangat fundamental, seperti Tuhan, Kitab Suci dan Rasulnya, di negeri-negeri Islam, maka orang dengan gampang mengatakan yang demikian itu adalah kebebasan berpendapat, berekspresi dan menafsirkan agama.


Namun, bila ada khatib, ustazd atau masyarakat Muslim mengajak jamaah dan umat Islam untuk konsiten dengan ajaran agamanya, maka orang dengan mudah menuduhnya sebabai khatib, penceramah atau ustazd yang keras dan tidak bisa berdakwah dengan hikmah, bahkan perlu dicurigai sebagai calon teroris.


Apa saja yang dituliskan dalam koran, dengan mudah orang mempercayainya, kendati itu hanya tulisan manusia dan belum teruji kebenarannya. Membaca dan mempelajarinya dianggap lambang kemajuan.


Akan tetapi, apa yang tercantum dalam Al-Qur’an belum tentu dipercayai dan diyakini kebenarannya, kendati mengaku sebagai Muslim. Padahal Al-Qur’an itu Kalamullah (Ucapan Allah) yang mustahil berbohong. Kebenarannya sudah teruji sepnajang masa dari berbagai sisi ilmu pengetahuan. Akhir-akhir ini muncul anggapan mengajarkan Al-Qur’an bisa mengajarkan paham terorisme.


Tidak sedikit manusia, termasuk yang mengaku Muslim yakin dan bangga dengan sistem hidup ciptaan manusia (jahiliyah), kendati sistem yang mereka yakini dan banggakan itu menyebabkan hidup mereka kacau dan mereka selalu menghadapai berbagai kezaliman dan ketidak adilan dari para penguasa negeri mereka. Mereka masih saja mengklaim : inilah jalan hidup yang sesuai dengan akhir zaman.


Namun, bila ada yang mengajak dan menyeru untuk kembali kepada hukum Islam, maka orang akan menuduh ajakan dan seruan itu akan membawa kepada keterbelakangan, kekerasan dan terorisme, padahal mereka tahu bahwa Islam itu diciptakan oleh Tuhan Pencipta mereka (Allah) untuk keselamatan dunia dan akhirat dan Allah itu mustahil keliru dan menzalimi hamba-Nya.


Ketika seorang Yahudi atau agama lain memanjangkan jenggotnya, orang akan mengatakan dia sedang menjalankan ajaran agamanya.


Namun, saat seorang Muslim memelihara jenggotnya, dengan mudah orang menuduhnya fundamentalis atau teroris yang selalu harus dicurigai, khususnya saat masuk ke tempat-tempat umum seperti hotel dan sebagainya.


Ketika seorang Biarawati memakai pakaian yang menutup kepala dan tubuhnya dengan rapih, orang akan mengatakan bahwa sang Biarawati telah menghadiahkan dirinya untuk Tuhan-nya.


Namun, bila wanita Muslimah menutup auratnya dengan jilbab atau hijab, maka orang akan menuduh mereka terbelakang dan tidak sesuai dengan zaman, padahal mereka yang menuduh itu, para penganut paham demokrasi, yang katanya setiap orang bebas menjalankan keyakinan masing-masing.


Bila wanita Barat tinggal di rumah dan tidak bekerja di luar karena menjaga, merawat rumah dan mendidik anaknya, maka orang akan memujinya karena ia rela berkorban dan tidak bekerja di luar rumah demi kepentingan rumah tangga dan keluarganya.


Namun, bila wanita Muslimah tingal di rumah menjaga harta suami, merawat dan mendidik anaknya, maka orang akan menuduhnya terjajah dan harus dimerdekakan dari dominasi kaum pria atau apa yang sering mereka katakan dengan kesetaraan gender.


Setiap mahasiswi Barat bebas ke kampus dengan berbagai atribut hiasan dan pakaian yang disukainya, dengan alasan itu adalah hak asasi mereka dan kemerdekaan mengekpresikan diri.

Namun, bila wanita Muslimah ke kampus atau ke tempat kerja dengan memakai pakaian Islaminya, maka orang akan menuduhnya eksklusif dan berfikiran sempit tidak sesuai dengan peraturan dan paradigma kampus atau tempat kerja mereka.


Bila anak-anak mereka sibuk dengan berbagai macam mainan yang mereka ciptakan, mereka akan mengatakan ini adalah pembinaan bakat, kecerdasan dan kreativitas sang anak.

Namun, bila anak Muslim dibiasakan mengikuti pendidikan praktis agamanya, maka orang akan mengatakan bahwa pola pendidikan seperti itu tidak punya harapan dan masa depan.


Ketika Yahudi atau Nasrani membunuh seseorang, atau melakukan agresi ke negeri Islam khususnya di Paestina, Afghanistan, Irak dan sebagainya, tidak ada yang mengaitkannya dengan agama mereka. Bahkan mereka mengakatakan itu adalah hak mereka dan demi menyelamatkan masyarakat Muslim di sana.


Akan tetapi, bila kaum Muslim melawan agresi Yahudi atas Palestina, atau Amerika Kristen di Irak dan Afghanistan, mereka pasti mengaitkannya dengan Islam dan menuduh kaum Muslim tersebut sebagai pemberontak dan teroris.


Bila seseorang mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan orang lain, maka semua orang akan memujinya dan berhak mendapatkan penghormatan.


Namun, bila orang Palestina melakukan hal yang sama untuk menyelamatkan anaknya, saudaranya atau orang tuanya dari penculikan dan pembantaian tentara Israel, atau menyelamatkan rumahnya dari kehancuran serangan roket-roket Israel, atau memperjuangkan masjid dan kitab sucinya dari penodaan pasukan Yahudi, orang akan menuduhnya TERORIS. Kenapa? Karena dia adalah seorang Muslim.


Bila anak-anak Yahudi diajarkan perang dan senjata otomatis untuk membunuh kaum Muslimin Palestina, maka orang akan menegatakan bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah upaya membela diri kendati mereka adalah agresor.


Namun, bila anak Palestina belajar melemparkan batu menghadapi prajurit Yahudi yang dilengakapi dengan tank dan senjata canggih lainhya saat menghancurkan rumah, masjid dan kampung mereka, maka orang akan menuduh mereka sebagai pelaku kejahatan yang pantas ditangkap, dipatahkan tangannya dan dipenjarakan belasan tahun.

Nah, inilah sekelumit keajaiaban manusia di akhir zaman ini. Bisakah kita mendapatkan pelajaran yang baik sehingga dapat menentukan sikap yang benar, atau kita akan jatuh menjadi korban keajaiban akhir zaman? Allahul musta’an….(fj)


nb: sumber dr http://eramuslim.com/berita/dunia/keajaiban-manusia-akhir-zaman.htm

29 Oktober 2009

Al-Aqsha dalam bahaya, kami penuhi panggilanmu wahai Al-Aqsha

Khutbah Munasharah Al-Aqsha, 01-10-2009

Penerjemah:

Abu Ahmad

________

Pada saat kondisi adanya pembekuan informasi terhadap apa yang terjadi dan adanya berbagai konspirasi terhadap masjid Al-Aqsha yang penuh berkah, Ikhwanul Muslimin menyeru kepada seluruh umat, para pemberi nasihat, para khatib dan para ustadz ilmu-ilmu syar’i serta mereka menjadi khatib pada hari jum’at ini -13 Syawal 1430/2 Oktober 2009- dan akan datang tema tentang Al-Aqsha dan kepada kalian semua, dan kami sampaikan usulan tema khutbah jum’at.


Al-Aqsha dalam bahaya, kami penuhi panggilanmu wahai Al-Aqsha

Akhi… para khatib, ini adalah usulah khutbah jum’at yang mungkin dapat dijadikan pilihan tentang permasalah yang berkaitan dengan apa yang terjadi terhadap masjid kalian yaitu masjid Al-Aqsha.

Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam atas Rasulullah saw beserta keluarganya, sahabatnya serta orang-orang yang mendukungnya.. selanjutnya…

Bahwa apa yang terjadi terhadap masjid Al-Aqsha akan usaha dan taktik jahat Zionis untuk membakar dan menghancurkannya dan menghilangkan berbagai simbol-simbolnya, meyahudisasikannya dan mengusir seluruh warga aslinya adalah nyata, maka dari itu adalah wajib atas setiap umat Islam yang memiliki jiwa yang bebas, merdeka dan mulia, untuk bergerak menegakkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan, mempertahankan masjid Al-Aqsha, Al-Quds dan Palestina.

Dan hal ini berhubungan dengan kita adalah karena permasalahan kemanusiaan secara adil dan proporsional karena tampak di dalamnya adanya kezhaliman, penindasan, pembunuhan, pengabaian ruh dan penghancuran segala sendi-sendi kehidupan, dan yang terjadi di Gaza akhir-akhir ini tidak begitu jauh sebgai contoh ongkretnya.

Namun ini merupakan permasalahan Islam yang tidak bisa membebaskan umat Islam dihadapan Allah kecuali dengan mendukung ikhwan mereka yang berada di Palestina, dan bekerja dengan segala sarana dan cara untuk mengembalikan masjid Al-Aqsha, Al-Quds dan Palestina seluruhnya.

Pada akhir-akhir ini kita mengenang peristiwa yang mengenaskan yaitu peristiwa pembakaran masjid Al-Aqsha pada pagi kamis tanggal 21-08-1969, dimana Yahudi berusaha membakar masjid Al-Aqsha untuk membangun dan mendirikan Haikal yang mereka tuduhkan, dan tidak berhenti hanya itu saja, namun mereka juga berusaha dengan gigih dan semangat yang tinggi untuk menghancurkan Al-Aqsha dan meyahudikannya serta menghilangkan berbagai simbol-simbol Islam dan Arab yang ada di Al-Quds dan Palestina.

Dari sini wajib bagi kita merenungkan diri dan berfikir bagaimana caranya untuk dapat menolong dan membela masjid Al-Aqsha, mengenal dan memahami permasalahan yang dialami masjid Al-Aqsha dan Al-Quds dan apa yang sedang dialami masjid-masjid kita lalu menentukan peran apa yang dapat dan haurs kita lakukan.

Adapun peran yang dapat kita lakukan adalah:

Pertama:

Memahami posisi Masjid Al-Aqsha dan kedudukannya

Masjid Al-Aqsha memiliki kedudukan yang agung dan mulia dalam Islam dan posisi yang strategis bagi umat Islam, karena:

• Sebagai tempat Isranya Rasulullah saw, sebagaimana firman Allah SWT:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنْ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (Al-Isra:1)

Allah SWT telah memperjalankan Rasulullah saw di malam hari (isra) dari masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha dan di dalamnya Rasulullah saw berkesempatan menjadi imam dengan para nabi dan berpindahnya warisan kenabian dan bendera risalah dari para nabi kepada Muhammad sebagai penutup para nabi dan rasul dan hal tersebut terjadi di masjid Al-Aqsha.

• Al-Aqsha adalah kiblat pertama umat Islam: Rasulullah saw telah melanunaikan shalat bersama umat Islam saat berada di Madinah selama 16 atau 17 bulan sampai turun perintah dari Allah untuk menghadap masjid Al-Haram. Allah berfirman:

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (Al-Baqarah:144)

• Shalat di dalamnya sama dengan melakukan shalat di tempat lainnya sebanyak 500 kali: Rasulullah saw bersabda:

الصلاة في المسجد الحرام بمائة ألف صلاة والصلاة في مسجدي بألف صلاة، والصلاة في بيت المقدس بخمسمائة صلاة

“Shalat di Masjid Al-Haram nilainya sama dengan seratus ribu kali, shalat di Masjidku (masjid nabawi) sebanyak seribu kali, sedangkan shalat di Baitul Maqdis sama dengan lima ratus kali shalat di tempat lainnya”. (Thabrani, hadits Hasan)

• Merupakan salah satu masjid yang diperintahkan untuk dikunjungi: seperti hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan Abu Daud, dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِي هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى

“Janganlah kalian berkunjung kecuali pada tiga tempat: Masjid Haram, Masjidku ini, dan masjid Al-Aqsha”.

Kedua:

Masjid Al-Aqsha di bawah naungan umat Islam

• Bahwa adanya rihlah Isra dan Mi’raj, shalatnya Rasulullah saw di masjid tersebut menjadi imam para nabi merupakan maklumat akan berpindahnya kepemimpinan manusia kepada nabi Muhammad saw, kepada umatnya setelahnya dan bahwasanya masjid Al-Aqsha aqsha adalah masjid umat Islam yang diperintahkan untuk menghadapnya sebagai qiblat pertama, dan sebagai isranya Rasulullah saw.

• Al-Faruq, Amirul Mukminin, Umar bin Al-Khattab melakukan safar ke Palestina pada saat penduduknya mensyaratkan penyerahan kuncinya kepada Amirul Mukminin dengan dirinya sendiri dan beliau melakukan itu seperti yang inginkan, dan inilah kota satu-satunya pada masa khalifah Rasyidin yang menjadi memimpin dengan sendirinya untuk menerima kunci, padahal saat itu Umar sama sekali tidak pergi untuk menaklukkan madain, ibukota Persia, dan Basrah di Syam ibukota Romawi namun beliau pergi untuk menerima kunci Baitul Maqdis dan masjid Aqsha karena kedudukan dan posisinya.

• Amirul Mukminin, Umar bin Al-Khattab juga menulis perjanjian yang memberikan keamanan dan jaminan umat Nasrani atas diri mereka, harta, gereja, salib, orang-orang yang menderita dan merdeka dan seluruh milahnya.

• Penaklukkan Umar atas Baitul Madis pada tahun 15 H/636 M, ketika umat memasukinya dengan cara damai, dan memberikan kepada penduduknya rasa aman melalui perjanjian yang dikenal dengan perjanjian Umar, dan perjanjian ini dibuat untuk memperkokoh ikatan politik dan hak legal Islam terhadap Al-Quds dan Palestina. Dan setelah diterimanya kunci kota Al-Quds dari Kaisar Romawi, Shafarniyus, Umar berjalan ke tempat suci yang pada saat telah hancur, lalu beliau mengunjungi Kubah Shakrah (kubah emas) yang mulia dan memerintahkan untuk membersihkannya sebagaimana beliau memerintahkan untuk mendirikan masjid di bagian selatan dari kota suci tersebut, kemudian beliau sengaja menerbitkan bagian administrasi kota dan mendirikan dua kantor, mendirikan kantor pos, dan mengangkat Yazid bin Abu Sufyan sebagai gubernur, dan mengangkat Ubadah bin As-Shamit sebagai hakim di dalamnya dan atas para prajurit Palestina.

• Banyak dari para sahabat dan tabi’in serta ulama yang tinggal di Palestina oleh karena keutamaan dan keberkahan di dalamnya.

• Umawiyun dan perkembangan pembangunan Al-Aqsha: sebagaimana Khalifah Umar bin Al-Khattab dan para khalifah Rasyidun setelahnya sangat mengidamkan untuk dapat menaklukkan Baitul Maqdis dan masjid Al-Aqsha secara nyata, dan memasukkannya sebagai Darul Islam dan negara umat Islam, bahwa para khulafa Umawiyah memberikan keutamaan dalam membentuk arah peradaban Islam selama memakmurkan daerah masjid Al-Aqsha yang diberkahi dengan melakukan pembangunan yang sesuai dengan keagungan, kestabilan dan kesejahteraan Negara Islam yang kaya, seperti pelaksanaan pembangunan pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan dan anaknya Khalifah Al-Walid, yang mencakup pembangunan kubah emas dan kubah silsilah pada masa khalifah Abdul Malik, dan pembangunan masjid Al-Aqsha dan darul imarah, pintu-pintu dan simbol-simbol lainnya beragam –walaupun berhadapan dengan tekanan yang sangat keras yang terjadi di baitul maqdis dan Palestina- pada masa khalifah Al-Walid.

• Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab “sejarah Ibnu Atsir” bahwa para khalifah Abbasiyah juga berusaha dengan kekuatan mereka untuk membangun masjid Al-Aqsha yang diberkahi; namun tanpa perubahan yang signifikan dalam bentuk pembangunan direncanakan dan pernah dilakukan oleh khalifah Umawiyah, mereka melakukan renovasi yang beragam khususnya renovasi bangunan kubah emas pada masa khalifah Abbasiah Al-Ma’mun, begitupun renovasi bangunan masjid Al-Aqsha yang selesai pada masa khalifah Abbasiyah Al-Mahdi.

• Al-Ayyubiyun juga berusaha membangun kembali Al-Aqsha: pembangunan masjid Al-Aqsha yang penuh berkah pada masa Al-Ayyubiyah setelah berhasil dimerdekakan dan disucikan kembali dari para salibis yang telah mengotori dan merubah beberapa simbol-simbolnya, pada saat itu sang pemimpin fenomenal Shalahuddin Al-Ayyubi yang beri’tikad pada dirinya tidak akan senyum sampai baitul Maqdis bebas dari kekuasaan salibis, hal itu terjadi pada tahun 583 H/4 Juli 1187. Dan akhirnya berhasil menaklukkan baitul maqdis pada tanggal 27 Rajab tahun 573 H/ 2 Oktober 1187, setelah sebelumnya dijajah dan dikuasai oleh kaum salibis selama 88 tahun; pada saat itu Al-Ayyubiyun berhasil mengembalikan kondisi masjid Al-Aqsha seperti sedia kala, kemudian memperbaikinya, membangunnya serta menambah beberapa jalan-jalannya, dan hal tersebut menjadi titik tolak pertama dalam menumbuhkan dan mengembangkan pembangunannya.

• Sebagaimana Para raja juga ikut memberikan kontribusinya secara nyata dan kuat dalam menampilkan karakter bangunan Islam dan masjid Al-Aqsha yang diberkahi, melakukan pembangunannya secara sempurna pada masa khalifah Umawiyah, dan pada itulah tercapai kesempurnaan bentuk bangunan masjid Al-Haram yang merupakan perwujudan Islamiyah masjid Al-Aqsha yang penuh berkah sepanjang masa, mereka melakukan pembangunan kembali akan simbol-simbol masjid Al-Haram, sekolah-sekolah keagamaan yang berada dalam tanggungannya, pengeras suara untuk azan dan pintu-pintunya, sebagaimana mereka juga melakukan pembangunan kubah-kubah, lorong-lorong, mihrab yang menyebar hingga sekarang di pelataran masjid Al-haram.

Ketiga:

Tipu daya dan ketamakan Yahudi terhadap Al-Quds dan masjid Al-Aqsha.

Pada abad yang lalu umat Islam mengalami kelemahannya dan terjadi perpecahan di dalamnya yang disebabkan jatuhnya Negara khilafah Utsmaniyah, dan pada saat itu, terbentuklah lembaga zionis modern dan menuntut kembalinya Yahudi sebagai bumi yang disucikan untuk menghidupkan kenabian Taurat yang telah disimpangkan, dan tampak dalam cara mewujudkan tujuan yang keji zionis nasrani bekerja sama dengan zionis yahudi, dengan menghilangkan perbedaan historis agama antara yahudi dan nasrani hingga waktu yang tidak ditentukan untuk menghadapi perang dengan umat Islam, dan melepaskan bumi yang disucikan itu dari mereka, dan hal tersebut berhasil dilakukan; ketika sekelompok penjajah berhasil merangsek negeri Syam, menguasai bumi yang disucikan untuk dirampas kekayaannya, lalu masuk tentara Inggris ke bumi yang disucikan tersebut, hingga pada saat itula masjid Al-Aqsha hingga sekarang berada dibawah kekuasan umat Islam, dan mereka terus menyalakan api perang dan pengrusakan atas masjid yang penuh berkah ini sampai terjadi kondisi ironi yang memilukan berupa kekalahan pasukan Arab dan masjid Al-Aqsha berada dibawah kekasaan zionis untuk pertama kalinya dalam sejarah umat Islam.

Yahudipun bergembira dengan keberhasilan tersebut, dan mereka mengumandangkan jargon-jargon Khaibar, menyeru kembalinya Yatsrib, dan bahkan mensenandungkan nasyid yang merobek hati dan perasaan orang-orang yang memiliki kecemburan dan sensitifas dari kalangan umat Islam; saat itu mereka bersenandung: “Muhammad telah mati dan meninggalkan banyak wanita”, maksudnya adalah arab dan ibrani. Namun sebagian dari umat Islam yang menjaga kesuciannya tetap tegar menjaga masjid Al-Aqsha sekalipun berada dalam genggaman pemerintah dan kekuasaan Yahudi, mereka rela mengorbankan ruh dan jiwa mereka, bahkan bergantian untuk menjaga dan melindunginya, serta mereka juga berusaha merenovasi sebagian masjid yang rusak.

Namun zionis tidak berhenti melakukan penghancuran masjid Al-Aqsha dan akan menggantinya dengan haikal yang mereka sucikan, mereka berusaha mengekang denyut nadi umat Islam, berusaha mematikan perasaan sensitfitas mereka terhadap masjid yang diberkahi, melalui pembangunan terowongan dan menghancurkan bagian-bagian sucinya, jalan-jalannya dan jembatan-jembatan yang melintasinya, memberants orang-orang yang fanatik terhadap masjid tersebut dengan cara membakar, menghancurkan dan meledakkan sebagian bentuknya; dengan harapan dapat menghancurkan mereka, sekalipun Allah masih melindunginya.

Dan setelah berlalu dua tahun, seorang wisatawan Yahudi Michael Denis melakukan pembakaran Mimbar Shalahuddin dan bagian terbesar dari masjid tersebut, dan pada saat itu pasukan penjajah melambat-lambatkan tugasnya untuk mematikan api, dan bahkan mereka berusaha menghalang-halangi usaha penduduk dari umat Islam untuk mematikan api yang dapat menghancurkan masjid tersebut.

Adapun rencana penghancuran masjid Al-Aqsha lebih banyak lagi, sedangkan lembaga-lembaga zionis yang didirikan untuk menghancurkan masjid dan membangun Haekal terus bertumbuhan hingga berjumlah 20 lembaga, sebagaimana usaha-usaha permusuhan yang dilakukan secara personal dan kelompok untuk menghancurkan Al-Aqsha dan menjajahnya, atau membakarnya, atau meledakkannya, atau meneror orang-orang yang shalat di dalamnya hingga berjumlah ratusan kali, adapun usaha penghancuran masjid haram dan jalan-jalannya merupakan salah satu dari berbagai usaha keji mereka, yang mana yahudi tidak pernah berhenti untuk melakukannya dan berikukuh bahwa usaha mereka akan berhasil.

Empat:

Al-Aqsha dalam bahaya

• Pada tahun 1967 Israel mengumumkan integrasi kota Al-Quds utara dengan Al-Quds Barat, dan menganggapnya sebagai satu kota, hal itu terjadi pada tanggal 28/6/1967.

• Pada tanggal 5/8/1980, Israel mengumumkan juga bahwa Al-Quds bersatu merupakan ibukota abadi. Dan berusaha melakukan yahudisasi Al-Quds bagian timur dengan cara perlahan dan tenang.

Dan hal itu terdiri dari beberapa point berikut:

1. Melakukan tindak kriminal pembakaran masjid Al-Aqsha pada kamis pagi tanggal 21/8/1969

2. Melakukan penggalian terowongan yang tepat berada di bawah pelataran masjid Al-Aqsha dan di bawah dinging-dindingnya serta pada beberapa titik lainnya dengan tujuan mencari Haekal Sulaiman yang menjadi klaim mereka, dan merupakan acaman penghancuran dan perobohan masjid Al-Aqsha.

3. Menumbuhkan kota yang disucikan, perkampungan dan perkotaannya dengan pendudukan, menguasai sebagian besar bumi Palestina secara umum, dan bumi Al-Quds secara khusus, menghancurkan bangunan dan rumah-rumah milik warga Arab dengan alasan tidak memiliki izin resmi, dan pada saat yang bersamaan mereka melarang pengeluaran izin pembangunan untuk warga Arab dan memudahkan perizinan untuk warga yahudi.

4. Melakukan pembantaian masal di kota al-Quds seperti apa yang terjadi di masjid Al-Aqsha dan kubah emas, haram al-ibrahimi di kota Al-Khalil dan pada beberapa tempat lainnya di kota Palestina.

5. Berusaha secara terus menerus melakukan pengusiran dan deportasi atas penduduk dan warga aslli kota Al-Quds sehingga menjadikan mereka sebagai mayoritas dari yang lainnya, hal tersebut dilakukan dengan cara penarikan identitas milik warga asli dan mewajibkan pajak yang tidak masuk akal atas mereka dan melarang mereka mendapatkan pelayanan sosial yang layak.

6. Memisahkan kota yang disucikan secara khusus dan bumi Palestina secara umum dengan membangun tembok rasial pemisah, yang menjadikan bumi Palestina sebagai penjara terbesar, dan menyebabkan terisolirnya Al-Quds dari sebagian kota dan desa di Palestina.

7. Melarang warga Arab untuk sampai ke kota Al-Quds dan menghalangi mereka untuk menunaikan shalat di masjid Al-Aqsha.

8. Melakukan pembatasan secara ketat orang-orang yang diperbolehkan masuk masjid Al-Quds yaitu dengan cara pembatasan umur tertentu, siapa yang boleh masuk masjid, khususnya pada hari jum’at sehingga menyebabkan banyak dari kalangan pemuda yang menunaikan shalat jum’at di jalan-jalan.

9. Berusaha menutup lembaga-lembaga Arab dan Islam di kota Al-Quds terutama lembaga-lembaga akademi, sosial dan tsaqafah.

10. Berusaha mengimplementasikan –dengan cara cepat- rencana pembangunan “Al-Quds Raya” melalui perluasan lahan di atas tanah milik warga Arab. Hal ini menjadi pertanda akan bahaya yang sangat besar dan jelas yang mengancam kota Al-Quds, dan bahaya ini menjadi bertumpuk-tumpuk dan bertambah hari demi hari.

11. Melakukan pembunuhan dan penangkapan terhadap warga mulai dari para pemuda baitul maqdis, kota-kota dan desa-desa di Palestina, sehingga hal tersebut menyebarkan perasaan takut dan teror atas mereka.

12. Melakukan penyebaran berbagai acara dan lainnya untuk merusak para pemuda seperti narkoba dan lain-lainnya.

Rencana baru dalam rangka membangun haekal

Pada Koran Haaretz zonis tersebar berita yang intinya: “Bahwa lembaga Yahudi yang diberi nama dengan lembaga umana al-haikal dipersiapkan untuk membuat rencana baru dalam membangun haikal ketiga, Koran tersebut mengungkapkan: “Bahwa pada tahun 1987, DR. Damous Orkon mendirikan lembaga (yayasan) bangunan haikal, yaitu sebagai yayasan yang dekat dengan partai Likud, yayasan ini meyakini bahwa tidaklah realistis pada kondisi saat ini membangun haikal diatas masjid Al-Aqsha; karena itu mereka melakukan persiapan perencanaan baru untuk membangun haikal yang berbeda dengan rencana yang telah dibuat oleh lembaga yang diberi nama (lembaga umana gunung Haikal), yang meyakini akan mampu menghilangkan masjid Al-Aqsha dan membangun haikal ketiga di atasnya”.

Koran tersebut juga menyebutkan: bahwa rencan yang dijabarkan oleh yayasan pembangunan haikal yang secara ringkas terdiri dari bangunan atap yang luas yang dibangun diatas tanah pelataran al-buraq, (diatas jalan Al-Mugharibah yang telah dihancurkanoleh penjajah zionis tahun 1967), berpokus pada 10 tiang yang tinggi sebagai simbol dari 10 amandemen, dan diatas bangunan yang tinggi tersebut dibangun haikal ketiga. Haaretz menambahkan: agar haikal tersebut dapat disebut sakral, maka persiapan rencana baru, yang mereka maksudkan adalah pembuatan terowongan yang membentang dari tengah bangunan yang disebutkan hingga masuk masjid Al-haram yang suci dekat dengan kubah emas, dan di tengah terowongan yang muncul dari dalam masjid al-haram hingga haikal yang disebutkan-seperti yang mereka tudunkan.

Sementara itu yayasan Al-Aqsha terhadap rencana baru ini menambahkan: bahwa rencana baru/lama dan yang semisalnya menegaskan kepada orang-orang yang keras kepada dan hina bahwa ada entitas separatis zionis tantang apa yang dituduhkan dengan haikal ketiga; sehingga menunjukkan dalil yang jelas bahwa masjid Al-Aqsha hari ini berada dalam ancaman yang datang dari sekelompok yahudi yang kadang dilakukan dengan penyerangan keji untuk mewujudkan ketamakkan mereka untuk pembangunan haikal ketiga yang mulai tampak nyata hari demi hari, dibawah dukungan resmi dari yayasan zionis sehingga mengharuskan kita untuk berhati-hati dan tetap siaga terhadap berbagai rencana ini yang merupakan ancaman besar bagi masa depan masjid Al-Aqsha yang penuh berkah.

Dan yayasan Al-Aqsha dalam keterangannya meminta kepada yayasan Palestina dan Arab serta Islam tentang kondisi masjid Al-Aqsha, dengan tuntutan untuk dapat melakukan berbagai invasi nformasi terkait dengan permasalahan dan ancaman yang sedang dialami dan menimpa masjid Al-Aqsha, memberikan penjelasan yang seimbang, dan memberikan keterangan dengan bentuk yang jelas dan kongkret sebagai bentuk kewajiban umat terhadap masjid Al-Aqsha yang sedang menghadapi ancaman yang sangat berbahaya.

Sebagian tulisan dan buku-buku zionis juga mengisyaratkan bahwa sedang berlangsung usaha pengadaan gempa buatan di tempat yang paling dekat dengan masjid Al-Aqsha, ditambah dengan usaha penghancuran secara terus menerus terhadap pondasi masjid melalui terowongan yang mereka buat, sehingga akan mempermudah penghancuran masjid, dan dari sini orang-orang Israel akan mudah mengkalim bahwa masjid Al-Aqsha hancur karena kondisi alam (gempa alami), dan yang dapat ditelusuri dan disaksikan saat ini adalah adanya usaha yang terus menerus penghancuran salah satu tembok masjid Al-Aqsha yang berada dekat dengan pintu bagian barat.

Lima:
Peran kita secara individu dan lembaga dalam melindungi dan mempertahankan masjid Al-Aqsha

Bagaimana kita bisa melepaskan tanggung jawab kita nanti dihadapan Allah: bahwa masjid Al-Aqsha sedang menghadapi ancaman serius akhir-akhir ini, karena keangkuhan Yahudi yang telah melampaui batas; pembunuhan, pengusiran, penghancuran dan perobohan rumah-rumah, blokade ekonomi yang mengerikan, yang mana hal tersebut telah menjadikan sinyal nyata akan bahaya yang mengancam bumi Palestina terutama masjid Al-Aqsha; perkaranya telah jelas, tujuannya sudah ditentukan, konsepnya pun telah dimatangkan untuk menghancurkan masjid Al-Aqsha dan membangun haikal diatas reruntuhannya, sementara itu tidak ditemukan dari umat Islam usaha untuk menghadang dan menghalangi serta menolkanya kecuali hanya sekelompok orang saja.

Padahal Rasulullah selalu memotivasi umat Islam untuk terus berkomunikasi dan menjalin hubungan antara mereka dengan baitul maqdis; seperti kehadiran beliau di masjid Al-Aqsha, penghormatan beliau dengan shalat di dalamnya, mengirimkan minyak untuk bahan bakar dan penerang lampu-lampunya, dan memberikan kabar gembira bahwa al-Quds akan ditaklukkan dan akan menjadi milik umat Islam, dan hal itu terjadi; penaklukan al-Quds pada tahun kelima belas hijriyah.

روى الإمام أبو داود في سننه بسنده عَنْ مَيْمُونَةَ مَوْلَاةِ النَّبِيِّ- صلى الله عليه وسلم- أَنَّهَا قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ؟ فَقَالَ:”ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ”، وَكَانَتْ الْبِلَادُ إِذْ ذَاكَ حَرْبًا، “فَإِنْ لَمْ تَأْتُوهُ وَتُصَلُّوا فِيهِ، فَابْعَثُوا بِزَيْتٍ يُسْرَجُ فِي قَنَادِيلِهِ”.

Imam Abu Daud dalam sunannya meriwayatkan dari Maimunah budak Rasulullah saw berkata: wahai Rasulullah saw, berikan fatwa kepada kami tentang baitul maqdis? Beliau bersabda: pergilah kesana dan shalatlah di dalamnya, dan pada saat itu negeri tersebut dalam kondisi perang, namun jika kalian tidak dapat pergi kesana dan shalat di dalamnya, maka kirimkanlah minyak untuknya sehingga dapat membuat terang lampu-lampunya”.

Bahwa kewajiban umat Islam saat ini adalah bergerak untuk menyelamatkan tempat isranya Rasulullah saw, dan melindungi masjid Al-Aqsha, serta mempertahankannya dengan berbagai sarana, setelah lama dinistakan oleh para penjajah; dan ini merupakan kewajiban akidah dan agama, karena Al-Aqsha adalah bagian dari agama kita, bagian dari akidah kita dan bagian dari ayat Al-Qur’an Al-Karim.

1. Peran personal tidak kalah pentingnya dari peran secara kelompok; dengan menghadirkan niat yang bersih untuk membela dan melindungi Al-Aqsha, berdoa setiap hari untuk keselamatan masjid Al-Aqsha, menyebarkan berita yang berimbang dan aktif dalam berbagai program di radio dan televisi serta internet, hadir dalam berbagai acara dan kegiatan yang berkaitan dengannya, berusaha sekuat tenaga untuk memberikan dukungan secara materil dalam memperkuat eksistensi masjid Al-Aqsha seperti pembuatan lembaga swadaya dengan nama yayasan al-aqsha, atau lembaga untuk anak-anak dengan nama kotak peduli untuk anak-anak Al-Aqsha, atau mengkhususkan sedekah secara materi setiap hari untuk mendukung Al-Quds dan masjid Al-Aqsha.

2. Peran keluarga; melalui pengajaran sejarah dan permasalahan masjid Al-Aqsha, mengalokasikan belanja keluarga selama satu hari untuk mendukung dan solidaritas masjid Al-Aqsha, mengingatkan anak-anak mereka akan keutamaan masjid Al-Aqsha melalui ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits nabi, atau membuat perpustakaan kecil yang terdiri dari buku-buku kecil, koran-koran, kliping, dan kaset tentang masjid Al-Aqsha.

3. Peran media, wartawan dan cendekiawan dalam menulis makalah di berbagai media, mendukung berbagai makalah dan opini di media dengan gambar-gambar dan petunjuk-petunjuk yang menjelaskan akan besarnya penderitaan masjid Al-Aqsha, melawan arus media zionis, menolak berbagai syubhat dan kebatilan mereka tentang masjid Al-Aqsha, mengadakan nadwah, muhadharah, konfrensi, muktamar khusus tentang masjid Al-Aqsha, serta melakukan lomba dan kompetisi tahunan tentang sejarah dan islamnya masjid Al-Aqsha yang penuh berkah.

4. Kewajiban para imam, khatib dan para duat dalam menghidpukan hadits nabi tentang keutamaan masjid Al-Aqsha, membuat bagian khusus tentang masjid Al-Aqsha di perpustakaan masjid, kotak peduli, perpustakaan visual, memasang gambar masjid Al-Aqsha, dan mengajak jamaah masjid untuk puasa dan qiyam serta berdoa untuk keselamatan masjid Al-Aqsha yang penuh keberkahan.

5. Peran ikhwah para pengguna internet, dalam memfungsikan penggunaan kekuatan dialog dan chatting, dialog langsung dan tidak langsung, selama dilaksanakan dialog dan seminar-seminar, untuk membicarakan tentang masjid Al-Aqsha, dan juga mendiriknan berbagai website khusus untuk mengenalkan tentang masjid Al-Aqsha dan perkembangan berita terkini, disertai dengan ekspansi secara luas melalui e-mail.

6. Peran lembaga-lembaga dan club-club dalam mengadakan acara drama tentang masjid Al-Aqsha, pameran dan film yang semuanya berkaitan dengan masjid al-aqsha, mengkhususkan salah satu bagiannya untuk kemenangan masjid Al-Aqsha, membuat pameran secara paten di perpustakaan-perpustakaan serta dalam bentuk kaset-kaset.

7. Bekerja sama dengan berbagai lembaga dan yayasan yang mendukung permasalahan Palestina dari sisi kemanuisaan secara adil, dan ikut serta dan berpartisipasi dalam berbagai macam acara dan kegiatannya.

Enam:

Berbagai sisi untuk mempertahankan dan melindung Al-Aqsha

Umat islam di seluruh penjuru dunia; baik timur dan barat selayaknya segera bergerak untuk mempertahankan al-Quds dan Palestina dalam berbagai macam sarana dan medannya, dalam berbagai macam panda gangan, karena al-Aqsha dalam kondisi kritis. Dan inti dari itu semua adalah:

• Sisi kemanusiaan: dengan mengenalkan ke seluruh dunia secara menyeluruh bahwa permasalahan palestina, yang merupakan permasalahan kemanusiaan, sehingga harus dipertahankan dan dibela terhadap orang-orang yang mempertahankannya dari sisi hak asasi manusia ndan memberikan solidaritasnya secara adil, berusaha menghentikan kezhaliman, kesombongan dan kebiadaban zionis dan konspirasi internasional.

• Sisi ekonomi; yaitu dengan cara:

a. Mengajak Negara-negara Arab dan Islam untuk membuat satu timbangan yang integral dan menyeluruh –dalam jangka waktu yang panjang- guna mendukung akan ketegaran warga al-Quds khususnya dan merenovasi tempat-tempat yang disucikan.

b. Melakukan embargo ekonomi dari umat Islam kepada siapa saja yang mendukung entitas zionis.

c. Memberikan sumbangan ekonomi bagi Al-Quds dan Al-Aqsha merupakan kewajiban atas setiap umat Islam.

• Sisi politik; yaitu dengan melakukan:

a. Persatuan Arab dan umat Islam kepada tali agama Allah dan saling bekerja salam dalam kebaikan dan taqwa.

b. Membangun solidaritas Arab dan umat Islam serta Nasrani dalam memberikan sikap yang satu terhadap sikap keji zionis.

c. Mengarahkan para dubes Arab dan Islam untuk memberikan perhatian akan permasalahan Al-Quds dan menganggapnya sebagai salah satu agenda kegiatan diplomasinya di berbagai Negara yang ditempati dan dikunjunginya.

d. Menyeru terwujudnya persatuan dan kesepakatan terhadap berbagai faksi yang ada di Palestina untuk berpegang teguh pada hak-hak dan tsawabit Palestina.

• Sisi sosial: yaitu dengan selalu berkomunikasi dengan keluarga dan warga Al-Quds serta orang-orang yang tegar dan tetap menjaga dan mempertahankan masjid Al-Aqsha, berusaha sekuat tenaga untuk meringankan mereka dan membantu mereka secara moril dan materil.

• Sisi media:

a. Menjelaskan posisi Al-Quds dan Al-Aqsha dan hal-hal yang berkaitan dengannya tentang konspirasi akan rencana keji zionis secara khusus dan yang berkaitan dengan bumi Palestina secara khusus.

b. Memberikan bagian khusus yang memadai melalui siaran-siaran Arab dan islam untuk membicarakan pentingnya Al-Quds dan posisinya, dan menggunakan dengan berbagai macam bahasa internasional guna mengarahkan opini umum dan dunia untuk dapat berkontribusi dalam memformulasi dan mengarahkan perasaan dan akal opini umum dan khusus.

c. Mengefektifkan kerja sama dengan berbagai jaringan internet untuk menghadang serangan zionis tentang hak-hak arab dan Islam di Al-Quds dan Palesina.

• Sisi keilmuan dan akademi: yaitu melalui;

a. Membentuk panitia solidaritas Al-Quds dalam berbagai lembaga akademi dan kelimuan pada tingkat dunia arab dan islam.

b. Menyeru seluruh civitas universitas dan sekolah dari Negara-negara Arab dan Islam untuk mengajarkan tempat-tempat suci di baitul maqdis, dan memotivasi untuk melakukan kajian dan pembahasan tentang al-quds, menyiapkan berbagai perlombaan dan kompetisi tentang permasalahan ini dan hadiah untuk memotivasi hal tersebut.

c. Bekerja sama dengan berbagai lembaga dan yayasan akademi untuk mengkaji sejarah dan kondisi Al-Aqsha dan Al-Quds, mendukung untuk membahas dan mengkajinya dalam berbagai hal.

d. Berusaha menghadirkan kajian strategis yang menyeluruh untuk menghadapi dan melawan zionis, dan tidak berinteraksi dengan kondisi dengan reaksi yang bertolak belakang, atau memenuhi kondisi tertentu, atau memberikan investasi untuk kesempatan yang terbatas sehingga berakhir dengan selesainya sebab dan hal-hal yang terkait dengannya.

• Dukungan iman:

Maksudnya adalah berdoa kepada Allah, menggunakan waktu-waktu mustajab untuk mendukung dan membela Al-Aqsha, Al-Quds dan Palestina.. Allah berfirman:

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنْ الْمَلائِكَةِ مُرْدِفِينَ

“ (ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut”. (Al-Anfal:9) maka Allah menurunkan kepada mereka pertolongan dengan diturunkannya malaikat.

Ketujuh:

Ketahuilah bahwa kemenangan Allah sudah dekat

Karena syam adalah bumi yang satu hingga hari kiamat, selalu bersatu secara terus menerus, seperti yang diriwayatkan dari Mu’adz berkata: Rasulullah saw bersabda:

يا معاذ إنَّ الله عزَّ وجل سيفتح عليكم الشام من بعدي من العريش إلى الفرات، رجالهم ونساؤهم وإماؤهم مرابطون إلى يوم القيامة، فمن اختار منكم ساحلاً من سواحل الشام أو بيت المقدس فهو في جهاد إلى يوم القيامة

Wahai Mu’adz sesungguhnya Allah akan membukakan kepada kalian bumi Syam setelah saya dari Arisy hingga sungai Eufrat, kalangan lelaki, wanita dan budak-budak mereka akan senantiasa bersatu hingga hari kiamat, karena itu barangsiapa yang terpilih diantara kalian berada di salah satu pantai dari pantai Syam atau baitul maqdis maka ia berada dalam jihad hingga hari kiamat”.

Dan Allah telah memberi tahukan kepada nabi Muhammad saw bahwa bumi yang disucikan ini akan dijajah oleh musuh, atau mengancamnya dengan perang dan invasi, karena itulah beliau selalu memotivasinya dengan bersatu, berjihad untuk mempertahankannya sehingga tidak jatuh ke tangan musuh, dan untuk memerdekakannya jika telah jatuh ke tangan musuh, seperti yang disampaikan oleh nabi tentang perang yang terjadi antara umat Islam dengan Yahudi, dan bahwasanya kemenangan milik umat Islam, dan segalanya akan berada pada barisan umat Islam hingga batu dan pohon sekalipun, dan keduanya akan berbicara memberitahukan tempat musuh mereka, baik berbicara langsung atau tidak langsung.. diriwayatkan oleh imam muslim dalam shahihnya dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ، فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ، حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ، فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ: يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ، إِلاَّ الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ

“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai terjadi perang besar antara umat Islam dengan Yahudi, sehingga umat Islam mampu membunuh mereka, dan Yahudi akan berusaha bersembunyi di batu dan pohon-pohon, maka pada saat itu batu dan pohon akan berbicara: wahai muslim, wahai hamba Allah ini seorang yahudi ada dibelakangku, maka kemarilah dan bunuhlah dia, kecuali pohon al-ghorqod, maka ia merupakan salah satu pohon yahudi”.

Dan diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam sanadnya dari Abu Umamah berkata: berkata Rasulullah saw:

لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ، لَعَدُوِّهِمْ قَاهِرِينَ، لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلاَّ مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَ، حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ”. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيْنَ هُمْ؟ قَالَ: “بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِس

“Salah satu kelompok dari umatku akan tetap dalam kebenaran dan memenangkannya, terhadap musuh mereka akan tegas, tidak pernah merasa gentar terhadap orang yang memusuhinya kecuali jika menimpa mereka dari laawa, sampai datang azab Allah sementara kondisi mereka seperti itu. Mereka bertanya: Wahai Rasulullah, dimanakah mereka? Beliau menjawab: di baitul maqdis, dan punggung baitul maqdis”.

Karena itu, kita dituntut untuk mengerahkan berbagai tenaga dan fikiran guna membela Al-Aqsha dan baitul maqdis serta Palestina, dan hendaknya kita yakin secara penuh bahwa janji Allah pasti datang, dan kemenangan Allah sudah dekat. Allah berfirman:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمْ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat”. (Al-Baqarah:214)


sumber: http://www.al-ikhwan.net/khutbah-munasharah-al-aqsha-3174/

08 Oktober 2009

Berita Tentang Padang Mahsyar

Setelah manusia dibangkitkan dari alam kubur oleh Allah SWT, maka manusia akan digiring secara bekelompok-kelompok dengan bertelanjang kaki, tidak berpakaian menuju tempat yang disebut Padang Mahsyar yaitu tanah berpasir putih dan sangat datar dimana tidak terlihat lengkungan maupun tonjolan.

Di Padang Mahsyar tersebut berkumpullah semua mahluk Allah SWT yang berada di tujuh lapis langit dan bumi termasuk malaikat, jin, manusia, qorun, binatang melata, binatang buas dan burung-burung, dimana mereka berkumpul berdesak-desakan.

Matahari dan bulan padam sehingga bumi dalam kegelapan dan tatkala mereka dalam keadaan demikian, langit diatas mereka berputar-putar dan meledak pecah berkeping-keping selama 500 tahun sehingga langit terbelah dengan segala kekuatannya kemudian meleleh dan mengalir bagaikan perak yang dipanaskan hingga berwarna merah dan manusia bercampur baur seperti serangga yang bertebaran dalam keadaan telanjang kaki, tidak berpakaian dan berjalan kaki.

Seperti dalam sabda Rasulullah Saw; Pada hari kebangkitan tsb manusia akan dibangkitkan dalam 3 kelompok: Kelompok yg berkendaraan, kelompok yg berjalan kaki dan kelompok yg berjalan dengan wajahnya. Seorang sahabat bertanya bagaimana mungkin mereka bisa berjalan dengan wajah mereka ya Rosulullah? Beliau menjawab, “Allah SWT yg menjadikan mereka berjalan dengan kaki, pasti mampu membuat mereka berjalan dengan wajah”. Subhanallah!

Kemudian matahari diterbitkan oleh Allah SWT tepat diatas kepala mereka dengan jarak hanya 2 busur sehingga manusia terpanggang oleh teriknya matahari yang intensitas panasnya telah dinaikkan dan keringatpun mengalir deras hingga menggenangi padang kiamat seiring dengan rasa takut yang luar biasa karena mereka akan dihadirkan dihadapan Allah SWT.

Keringat tersebut naik ke badan mereka masing-masing sesuai dengan tingkatan mereka dihadapan Allah SWT. Bagi sebahagian orang keringat akan menggenang mencapai lutut, bagi sebagian lain mencapai pinggang dan bagi sebagian lainnya mencapai lubang hidung bahkan ada sebagian manusia nyaris tenggelam didalamnya.

Kita tidak tahu setinggi apakah keringat kita nanti; karena keringat yang belum kita cucurkan untuk berjuang dijalan Allah SWT -seperti melaksanakan ibadah haji, jihad, puasa, sholat dimalam hari, memenuhi kebutuhan seorang muslim dan menanggung akibat dari menegakkan amar makruf nahi mungkar- akan dialirkan keluar oleh rasa takut dan malu dipadang kiamat nanti.

Oleh karena itu marilah kita renungkan, bahwa pada saat kita dipadang mahsyar nanti, derita yang akan kita rasakan sangat berat padahal semua ini terjadi sebelum kita menjalani pemeriksaan ataupun hukuman yang akan kita terima dari Allah SWT atas dosa kita.

Mudah-mudahan kita digolongkan pada golongan yang sangat sedikit berkeringat dipadang mahsyar nanti dan mudah-mudahan gambaran ini akan menambah rasa taqwa kita kepada Allah SWT.

Amien.

27 Agustus 2009

BEGINILAH JALAN DAKWAH MENGAJARKAN KAMI (Oleh M. Lili Nur Aulia)

Untuk saudara-saudara kami di jalan dakwah , tulisan ini adalah catatan kecil dari perjalanan panjang kita. Agar kita lebih merasakan kesyukuran dan ketundukan kepada Allah SWT atas karunia-Nya kita berada dalam kebersamaan ini. Berbahagialah dan berbanggalah karena Allah telah memilih kita berada di jalan ini. Allah SWT telah mengistimewakan kita menerima nikmat berjama’ah dan ini adalah karunia terbaik yang kita terima setelah karunia keimanan kepada Allah SWT. Karunia yang tidak kita dapat karena nasab, status, harta maupun ilmu. Tapi ia semata-mata karunia Allah SWT Yang Maha Rahman, Yang menuntun langkah kita hingga sampai di sini, di jalan ini, pada detik ini. Allah SWT berfirman : Dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.” (QS. Ali Imran : 103)

Nikmat ini tidak boleh direndahkan, diremehkan apalagi dipermainkan. Kita harus menjaga dan memelihara nikmat yang teramat agung ini. Dan kita wajib merasa khawatir andai nikmat itu hilang.

Ya Tuhan kami, jangan Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami dan karuniakanlah kepada kami rahmat di sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia). “ (QS Ali Imran : 8)

Dari Sini Kami Memulai

Jalan Dakwah mengajarkan bahwa kami memang membutuhkan dakwah. Kebersamaan dengan saudara-saudara di jalan ini semakin menegaskan bahwa kami harus hidup bersama mereka di jalan ini agar berhasil dalam hidup di dunia dan di akhirat “.

Mengapa Berada di Jalan Dakwah ?

Kami ingin seperti para pendahulu kami di jalan ini yang telah banyak memperoleh pahala dan keridhaan Allah karena peran-peran dakwahnya. Dan karena itulah, kami memang sangat membutuhkan jalan ini, sebagai penyangga kebahagiaan dunia dan akhirat kami. Tidak heran, jika para penyeru kebaikan, menjadi alasan turunnya limpahan rahmat dan kasih sayang Allah SWT. Tak ada makhluk Allah yang dapat dukungan dan do’a seluruh makhluk-Nya kecuali mereka yang mengupayakan perbaikan dan berdakwah. Sebagaimana sabda Rasululllah SAW, “ Sesungguhnya Allah, para malaikat, semut yang ada di dalam lubangnya, bahka ikan yang ada di lautan akan berdo’a untuk orang yang mnegajarkan kebaikan kepada manusia. “ (HR. Tirmidzi)

Allah SWT menjelaskan tiga kelompok manusia dalam masalah ini. Mereka adalah, kelompok penyeru dakwah yang salih, kelompok salihin tapi tidak menyerukan dakwah dan orang-orang yang mengingkari dakwah. Allah SWT berfirman : “ Dan (ingatlah) ketika suatu kaum di antara mereka berkata: “ Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “ Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertaqwa. “ Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka. Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. “ (QS. Al A’raf 164-165)

Nash Al-Qur’an itu merupakan peringatan bagi kami. Bahwa meninggalkan peran dakwah, tidak pernah diterima apapun alasannya. Bahkan bisa jadi sikap tersebut menundang kemarahan Allah (Musafir fi Qithari ad Da’wah, Dr. Abdil Abdullah Al Laili, 195).

Ada pula hadits Rasulullah SAW yang lainnya, Abu Bakar RA mengatakan, “ Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya manusia jika mereka melihat kemungkaran dan mereka tidak merubahnya, dikhawatirkan mereka akan diratakan oleh Allah SWT dengan azab-Nya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Teman-Teman Pilihan

Hendaknya teman yang menemaninya dalam perjalanan itu adalah orang yang bisa membantunya dalam menjalankan prinsip agama, mengingatkannya tatkala lupa, membantu dan mendorongnya ketika ia tersadar. Sesungguhnya orang itu tergantung agama temannya. Dan seseorang tidak dikenal kecuali dengan melihat siapa temannya....” (Ihya ‘Ulumiddin, 2/202)

Kami dan Amal Jama’i

Realitas yang kami lihat sendiri bahwa manusia cenderung akan menjadi lemah ketika bekerja seorang diri.. Sebaliknya akan menjadi kuat dan berdaya ketika ia besama-sama dengan yang lain. Ada juga realitas lainnya, bahwa siapapun yang berusaha mewujudkan sesuatu, meskipun mereka telah ikhlas dalam melakukannya, tetapi tidak akan banyak memberi pengaruh untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan jika ia melakukannya sendirian. Kesendiriannya itu menyebabkan upaya yang mereka lakukan menjadi lemah dan minim efeknya.

Bekerja untuk Islam mutlak memerlukan sebuah organisasi, perlu adanya pimpinan yang bertanggung jawab, membutuhkan adanya pasukan dan anggota yang taat, harus memiliki peraturan mendasar yang mengikat dan menata hubungan antara pimpinan dan anggota, harus ada yang membatasi tangung jawab dan kewajiban, menjelaskan tujuan dan sarana serta semua yang diperlukan oleh suatu aktifitas dakwah dalam merealisasikan tujuannya. Dalam kebersamaan itulah kami menempuh jalan dakwah ini.

Perjalanan ini Mutlak Memerlukan Pemimpin

Hendaknya suatu perjalanan dipimpin oleh orang yang paling baik akhlaknya, paling lembut dengan teman-temannya, paling mudah terketuk hatinya dan paling mungkin dimintakan persetujuannya untuk urusan penting. Seorang pemimpin dibutuhkan karena pandangannya yang beragam untuk menentukan arah perjalanan dan kemaslahatan perjalanan. Tidak ada keteraturan tanpa kesatuan pengaturan. Alam ini menjadi teratur karena pengatur alam semesta ini adalah satu.” (Ihya Ulumiddin, 2/202)

Kami telah mempercayai para pemimpin itu sebagai pemandu perjalanan kami. Maka, setelah proses syuro berlangsung, apapun keputusannya, itulah yang akan kami pegang untuk dijalankan. Kami yakin, keputusan syuro itu tidak pernah keliru. Dan keputusan itu bersifat Multazam (Mengikat).

Meskipun mungkin saja akibat pelaksanaan satu keputusan syuro memunculkan situasi yang tidak maslahat. Tapi sebuah keputusan yang dilandasi dengan syuro tidak pernah salah. Itulah yang juga disampaikan kepada kami oleh Ustadz Sa’id Hawa rahimahullah, bahwa hasil syuro tidak pernah salah. Karena mekanisme itulah yang dijabarkan oleh Islam untuk menentukan langkah yang dianggap paling benar. Jika pada akhirnya, keputusan itu ternyata tidak memberikan kesudahan seperti yang diharapkan, maka proses syuro kembali yang akan menindaklanjuti kekeliruan itu.

Jalan ini, Miniatur Perjalanan Sesungguhnya

Kebersamaan kami bukan tanpa perselisihan. Boleh jadi ada di antara kami yang mengalami kesenjangan hubungan karena satu dan lain hal. Padahal, keharusan kami untuk bersama dan kemungkinan kami berselisih, adalah dua kutub yang saling berlawanan. Kebersamaan membutuhkan kesepakatan, kekompakan, kesesuaian, kedekatan dan keintiman. Sementara perselisihan bisa mengaktifkan kesenjangan, ketidaksukaan, kebencian, hingga keterpisahan.

Tiga Karakter Penempuh Perjalanan

Kelompok Zaalimun Li Nafsihi, adalah orang-orang yang lalai dalam memepersiapkan bekal perjalanan. Mereka enggan untuk mengumpulkan apa-apa yang membuatnya sampai tujuan.

Kelompok Muqtashid, adalah mereka mengambil bekal secukupnya saja untuk bisa sampai ke tujuan perjalanan. Mereka tidak memperhitungkan bekal apa yang harus dimilki dan mereka bawa jika ternyata mereka harus menghadapi situasi tertentu, yang menyulitkan perjalanannya.

Kelompok Saabiqun Bil Khairaat, yakni orang-orang yang obsesinya adalah untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Mereka membawa perbekalan dan barang dagangan lebih dari cukup karena mereka tahu hal itu akan memberi keuntungan besar baginya. Selain itu mereka juga tahu bahwa di tengah perjalanan ini, sangat mungkin mereka mengalami situasi sulit yang membutuhkan perbekalan tambahan. (Thariqul Hijratain, 236).

Begitu pentingnya, bekal ketaqwaan yang erat kaitannya dengan modal ruhiyah kami di jalan ini, maka setiap kali ketaqwaan kami melemah, pada saat itu intensitas dakwah kami menurun. Dan ketika tingkat ketaqwaan kami berkurang dari seharusnya, ketika itulah kami mengalami situasi futur (kelemahan) untuk meneruskan perjalanan ini. Seperti itulah pelajaran yang kami temukan dalam diri kami, dan juga saudara-saudara kami di jalan ini.

Ketika Kami Membangun Kebersamaan

Tak semua batu bata diletakkan pada posisi yang tinggi, dan tidak juga harus semuanya ada di bawah. Bahkan terkadang si tukang batu, akan memotong batu bata tertentu jika dibutuhkan untuk menutup posisi batu bata yang masih kosong guna melengkapi bangunannya.”

Menjadi Batu Bata dalam Bangunan ini

Kebersamaan kami di jalan ini adalah karena kehendak kami untuk ambil bagian dalam bangunan besar ini. Maka, sebagaimana proses membangun sebuah bangunan pada umumnya, tukang batu pasti akan memilah-milah batu bata mana yang akan ia tempatkan pada bangunannya. Tak semua batu bata diletakkan pada posisi yang tinggi, dan tidak juga harus semuanya ada di bawah. Bahkan terkadang si tukang batu, akan memotong batu bata tertentu jika dibutuhkan untuk menutup posisi batu bata yang masih kosong guna melengkapi bangunannya.

Batu Bata yang Unik dan Khas Jalan ini

Para sahabat dan salafus sholeh menerima dan mengejar kekhususan itu agar memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah SWT. Di jalan dakwah ini, kami memiliki saluran yang amat banyak untuk mewujudkan kekhususan yang kami miliki dengan berkontribusi di jalan ini. Kami memetik hikmah dari perjalanan mereka, dan kami berharap semoga jalan dakwah ini bisa memproses kami hingga kami memiliki amal-amal unggulan yang menjadi keistimewaan kami di sisi Allah melalui jalan ini.

Untuk Menolong, Bukan Ditolong

Sesungguhnya di jalan inilah kami semakin mendalami makna kehidupan yang bersumber dari keberartian bagi orang lain. Kehidupan seseorang menjadi lebih berharga ketika ia mempunyai saham dan peran bagi orang lain. Dan kehidupan akan menjadi miskin makna dan rendah nilainya ketika hanya banyak bermanfaat bagi lingkup pribadi. Filosofi inilah yang menyebabkan kami menikmati kesibukan berpikir dan melakukan banyak aktifitas dakwah di antara kesibukan lain yang menyertai kami. Di sini, kami lebih merasakan pengaruh firman Allah “ Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia (Allah) menolong kalian dan mengokohkan pijakan kaki kalian.” (Muhammad 9)

Kebersamaan Kami Terikat Lima Hal

Pertama, Rabithatu al ‘aqidah (Ikatan Aqidah). Tali ikatan aqidah islamiyah yang menyatukan kami dengan jalan ini. Kesamaan imanlah yang menghimpun dan mengikat kami bersama saudara-saudara kami di sini.

Kedua, Rabithatu al fikrah (ikatan pemikiran). Sejak awal, kebersamaan kami di jalan ini memang dibangun oleh kesamaan cita-cita dan pemikiran. Kami disatukan oleh kesamaan ide, gagasan, keinginan dan cita-cita hidup yang kami yakini merupakan sarana yang bisa menyampaikan kami kepada keridhaan Allah SWT.

Ketiga, Rabithatu al ukhuwwah (ikatan persaudaraan). Tak ada yang melebihi warna jiwa kami setelah keimanan kepada Allah, kecuali suasana persaudaraan karena Allah SWT di jalan ini. Kami di jalan ini, terikat dengan ruh persaudaraan yang tulus. Ruh persaudaraan yang tersemai melalui kebersamaan kami berjalan dan memenuhi banyak tugas-tugas dakwah yang kami jalani. Kami berharap, persaudaraan kami di jalan ini adalah seperti yang digambarkan oleh Rasulullah, tentang golongan orang-orang yang dinaungi Allah di hari kiamat. Di mana salah satu golongan itu adalah : Orang yang saling bercinta karena Allah, bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah SWT.

Keempat, Rabithatu at tanzhim (ikatan organisasi). Perencanaan dan keteraturan langkah-langkah kami di jalan ini, sudah tentu menandakan kami harus pula memiliki sebuah organisasi yang mengatur kami. Dalam organisasi dakwah ini, berlakulah ketentuan sebagaimana orang yang bekerja di dalam sebuah perusahaan, dan harus terikat dengan ragam peraturan yang diberlakukan. Seperti itulah kebersamaan kami di jalan ini.

Kelima, Rabithatu al ‘ahd (ikatan janji). Dijalan ini, kami masing-masing telah mengikrarkan janji. Janji yang paling minimal adalah janji yang tercetus dalam hati kami, dalam diri kami sendiri, kepada Allah SWT. Atau bahkan, juga janji kepada saudara-saudara perjalanan untuk tetap setia dan mendukung perjuangan. Kami terikat dengan dua jenis janji itu.

Yang Melemahkan Ikatan dalam Amal Jama’i

Mengetahui sebab-sebab orang yang meninggalkan amal jama’i bukan perkara mudah. Terlebih bila yang bersangkutan tidak berterus terang tentang latar belakang sikapnya. Perlu pendekatan yang bertahap, sungguh-sungguh, hingga akhirnya bisa ditemukan penyebabnya dan dicarikan jalan keluarnya.

Dalam hal ini, tentu saja musharahah (keterusterangan) serta kejujuran menjadi penting bagi kami dan saudara-saudara kami. Sesungguhnya kepercayaan antara kami akan semakin terbentuk kuat dengan adanya keterusterangan ini. Dari keterusterangan, semua persoalan bisa dicari pangkal masalahnya.

Tsiqah, sebagai Maharnya

Jika kesatuan barisan umat ini dibangun dengan mempersatukan keyakinan, mempersatukan hati, mempersatukan niat, mempersatukan tujuan, dan mempersatukan manhaj (jalan hidup), yang semuanya mengacu pada Al Qur’an dan As Sunnah, maka kebangkitan dan kemenangan umat Islam akan semakin dekat kita raih.

Promosi Penempatan di Jalan Dakwah

Pertama, kami harus bertanya lebih dahulu kepada diri sendiri. Mengapa kami di sini? Untuk siapa amal yang kami lakukan? Dan apa yang kami kehendaki dengan amal ini? “ Barang siapa berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka orang itu berada di jalan Allah.”

Kedua, kami harus menunaikan tugas yang telah dibebankan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai ketidakpuasan terhadap posisi tertentu membuat malas menunaikan tugas dan kewajiban.

Ketiga, kami harus membiasakan untuk menunjukkan keahlian dan memperkenalkannya dengan baik kepada pemimpin dan saudara-saudara di jalan ini. Tidak memendam pendapat yang menurut kami bermanfaat, meskipun pendapat pimpinan berbeda.

Keempat, terus terang kepada sesama saudara dan pimpinan tentang permasalahan yang ada kaitannya dengan dakwah dan mengusik. Garis lurus itu biasanya lebih dekat dengan kedua titik. Maka ketika kami mengeluarkan uneg-uneg, garis itu menjadi lurus dan membuat kami tenang. Di samping itu, permasalahan menjadi jelas bagi semuanya. Namun jika masalah itu dipendam, tentu kegundahan kian membesar dan bercabang sehingga syetan pun beraksi untuk membesarkannya lagi dengan godaan dan bisikannya. Kami jadi terbakar dari dalam. Lalu hal itu akan mengganggu keimanan dan kejiwaan kami.

Kelima, selalu berharap kepada Allah melalui doa dalam sholat, sujud dan waktu-waktu mulia agar dikaruniakan amal salih yang mendekatkan kita kepada-Nya. Juga agar Allah menuntun kita untuk melakukan kebaikan, kebenaran, dan merubah kami menjadi lebih baik. Agar kami diselamatkan dari fitnah kedudukan dan kepemimpinan di mana kami tidak mampu menunaikannya.

Perjalanan Beraroma Semerbak

Dalam hidup ini, setiap orang mempunyai kelompok dan jamaahnya sendiri-sendiri. Dan setiap kelompok mempunyai simbol dan syiarnya sendiri-sendiri. Tapi setiap orang, jika tidak diikat dan dihimpun oleh al-haq, maka ia akan tercerai berai oleh kebatilan. “

Indahnya Kebersamaan di Jalan Dakwah

Boleh saja orang menganggap keterikatan kami di jalan ini, membawa kerugian materiil untuk kami. Itu karena mereka melihat, banyak energi yang kami kontribusikan untuk kepentingan perjuangan kami di jalan ini. Silahkan saja, jika ada orang yang memandang kami sebagai orang yang tak beruntung karena meluangkan banyak rentang waktu untuk kepentingan orang lain, sementara diri kami sendiri tampak belum mapan. Tapi sebenarmya, melalui jalan ini, kami justru mendapatkan suatu hal yang lain.

Kewajiban Memang Lebih Banyak dari Waktu

Kami mengerti, tanpa terget-target seperti ini dan tanpa evaluasi yang dilakukan bersama saudara-saudara kami di jalan ini, kami akan terbunuh oleh waktu luang yang kami miliki. Kami juga mengerti bahwa tanpa hambatan kegiatan dakwah yang kami dapatkan di jalan ini, waktu-waktu hidup kami menjadi lebih mungkin terisi dan disibukkan oleh urusan-urusan yang bathil. Karena itulah jalan dakwah telah menolong kami.

Agenda di jalan dakwah begitu banyak mengisi hari-hari kami. Sampai-sampai, tidak sedikit para penempuh jalan ini, yang merasakan kurangnya jumlah hari dalam satu pekan, disebabkan banyaknya kegiatan yang akan mereka lakukan. Di jalan dakwahlah kami lebih mengerti dan menghayati ungkapan Imam Hasan Al Banna rahimahulullah, “al waajibaat aktsaru minal awqaat”. Bahwa kewajiban itu lebih banyak ketimbang waktu yang tersedia.

Memetik Buah Manfaat dari Kelebihan Saudara

Maka, di jalan inilah kami lebih tajam membaca variasi kelebihan-kelebihan itu. Di jalan ini kami merasakan pantulan cermin dari keistimewaan itu, dan mencoba menghayati sabda Rasulullah SAW tentang pintu-pintu surga.

Atmosfir Kesalihan dari Saudara Shalih

Pertemuan kami dengan mereka, ternyata membawa pengaruh ruhaniyah yang begitu hebat. Kami bisa merasakan suplay energi ruhiyah yang besar saat kami bertemu dan berinteraksi dengan mereka. Kami merasakan adanya suasana batin yang baru, yang mendorong dan memotivasi kami untuk lebih banyak melakukan amal-amal shalih. Perasaan itu, bahkan muncul tanpa mereka harus memberikan nasihat dan tausiyahnya untuk kami. Karena kami sudah biasa merasakan pengaruh aura keshalihan itu, sejak kami melihat, mendengar suara mereka. Sebagaimana Yunus bin Ubaid mengakui kenikmatan besar ketika melihat Al Hasan Al Bashri rahimahulullah. Ia mengatakan “Seseorang bila melihat kepada Al Hasan Al Bashri, akan menerima manfaat dari dirinya, meski orang itu tidak melihat Al Hasan Al Bashri beramal dan tidak melihat ia mengeluarkan ucapan apapun.” (Risalah Al Mustarsyidin, Abi Abdillah Al Haris Al Muhasibi, Hal.60).

Amal Shalih yang Tersembunyi

Pertama, tatkala dalam perkumpulan itu, satu sama lain saling menghiasi dan membenarkan.

Kedua, ketika dalam perkumpulan itu pembicaraan dan pergaulan antar mereka melebihi kebutuhan.

Ketiga, ketika pertemuan mereka menjadi keinginan syahwat dan kebiasaan yang justru menghalangi mereka dari tujuan yang diinginkan. (Al Fawa-id, 60).

Pemimpin yang adil, orang yang hatinya terkait dengan mesjid ketika ia sedang berada di luar masjid sampai ia kembali ke masjid, dua orang yang saling mencinta karena Allah bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah, orang yang berdzikir kepada Allah dalam kondisi seorang diri hingga kedua air matanya menangis, orang-orang yang dipanggil oleh seseorang wanita kaya dan cantik tapi orang tersebut mengatakan: “ Sesungguhnya aku takut kepada Allah rabbul ‘Alamiin”, dan orang yang bersedekah tapi ia menyembunyikan amalnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. (HR Bukhari Muslim).

Amal Shalih Harus Tetap Ditampilkan

Pertama, amal-amal shalih yang diperintahkan Allah swt tidak boleh terhalang karena kekhawatiran riya. Allah swt tetap memerintahkan amal salih itu tetap dilakukan, dengan tetap berupaya ikhlas saat melakukannya.

Kedua, prinsip yang dipegang para salafushalih, adalah penilaian atas yang lahir, tidak menghukumi yang tidak terlihat. Seperti perkataan Umar bin Khattab ra, “Barang siapa yang kami lihat ia melakukan kebaikan, maka ia akan kami sukai. Dan barang siapa yang kami lihat ia melakukan keburukan, kami benci. Meskipun ia mengatakan bahwa dibalik yang lahir itu adalah kebaikan.”

Ketiga, keraguan menampilkan dan melakukan amal-amal shalih karena riya, akan menambah tekanan bagi orang-orang yang melakukan amal shalih.

Keempat, tuduhan dan anggapan bahwa kebaikan adalah riya, adalah perilaku orang-orang munafiq.

Membina Orang Lain Sama dengan Diri Sendiri

Tapi di sisi lain, ternyata interaksi kami dalam jalan dakwah dan upaya kami mengkader serta membina para objek dakwah, mengharuskan kami untuk terus bercermin dan berhati-hati. Kami tidak boleh ceroboh dan mudah melemah. Karena kami tahu dan semakin menyadari bahwa keberhasilan dakwah selalu merupakan turunan dari adanya qudwah dalam kaderisasi dakwah yang kami jalankan. Pelajaran ini bukan hanya kami pelajari dari teori “An naas ‘alaa diini muluukihim” (manusia itu tergantung agama rajanya), tapi kami rasakan langsung dalam aktifitas dakwah dan pembinaan. Maka dari sinilah kami memperoleh pelajaran besar dari keberadaan kami di jalan dakwah. Mendakwahkan orang lain, pada dasarnya adalah mendakwahkan diri sendiri. Menasehati orang lain adalah pada dasarnya menasehati diri sendiri. Membina orang lain di jalan ini, sama dengan membina diri sendiri.

Berpikir Negatif Melemahkan dan Menghancurkan Semangat

Kami berusaha membicarakan yang baik-baik tentang saudara-saudara kami. Dan berupaya meminimalisir pembicaraan tentang aspek negatif tentang saudara-saudara kami. Sebagaimana ribuan halaman dan ratusan jilid kitab para ulama yang menceritakan kehidupan para sahabat Rasulullah saw serta salafushalih, yang sangat sedikit menceritakan sisi negatif kehidupan mereka, kecuali dalam konteks memberi ibrah dan pelajaran berharga. Para salafushalih, sangat jarang membicarakan kekurangan sahabat dan orang-orang yang mereka kenal. Tentu bukan karena mereka adalah orang-orang suci yang tidak mempunyai catatan negatif, tapi seperti itulah salah satu wujud persaudaraan para salafushalih. Dan karena sikap mereka itulah, yang memompa keyakinan kami serta mendorong semangat dakwah kami.

Ketika Melewati Jalan Mendaki

Begitulah, jalan dakwah ini mengajarkan bahwa sebaiknya kami melihat kepada diri kami terlebih dahulu, melakukan prasangka baik kepada orang lain, sampai jelas suatu kebenaran itu benar dan kesalahan itu kesalahan.

Mengkaji yang Tersirat dari yang Tersurat

Tapi, pelajaran dakwah ini mengajarkan kami, bahwa langkah pertama yang kami lakukan saat kami mendapatkan situasi yang tidak kondusif dalam kebersamaan ini adalah, memeriksa diri kami terlebih dahulu. Kami tidak mensakralkan kelompok tertentu, atau individu tertentu, tapi kami juga tidak terbiasa meratakan kesalahan atas seluruh kelompok anggota tertentu. Tidak semua individu dalam satu kelompok harus bertanggung jawab atas kekeliruan beberapa individu dalam kelompok tersebut, meskipun kelompok yang keliru itu adalah termasuk jajaran pimpinan di dalamnya. Kami tidak berdiri di atas prinsip “pemimpin selalu benar”. Maka, disaat kami atau ada saudara-saudara kami merasakan kekecewaan bahkan kebencian karena perilaku saudara-saudaranya yang lain di jalan ini, hendaknya tidak menggeneralisir kekeliruan itu pada seluruh individu dalam perjalanan ini. Tidak semua mereka melakukan kesalahan, karena mungkin sekali itu adalah kesalahan individu yang bisa dihitung oleh jari tangan. Dan itu jugalah yang terjadi di zaman sahabat radiyallahu anhu. Kesalahan individu mereka juga tidak melepaskan kehormatan dan kemuliaan generasi sahabat secara keseluruhan yang penuh dengan kebaikan bahkan menjadi simbol keutamaan generasi yang terbaik.

Begitulah, jalan dakwah ini menhajarkan kami sebaiknya kami melihat kepada diri kami terlebih dahulu, melakukan prasangka baik kepada orang lain, sampai jelas suatu kebenaran itu benar dan kesalahan itu kesalahan. Dan jika keburukan yang kami duga itu benar, maka kami harus menempuh mekanisme penyampaian nasihat dengan baik dan benar. Dengan memilih kalimat yang baik, memilih waktu dan tempat yang tepat, menampakkan rasa cinta dan keikhlasan yang tulus, dan semacamnya.

Antara Objektivitas dan Sakralisme

Menghadapi kemungkaran yang terjadi dalam sebuah organisasi dakwah harus dilakukan secara bertahap, terprogram dan diteliti permasalahannya. Bukan dengan mengembangkan wacana untuk meninggalkan organisasi dakwah yang sebenarnya kami yakin bahwa organisasi itu merupakan jalan kebenaran. Jalan kebenaran tidak boleh kami tinggalkan dengan alasan adanya personil yang tidak sejalan dengan misi kebenaran itu. Karena kami menyimpulkan bahwa lari dari kewajiban meluruskan dan memperbaiki, dengan meninggalkan jamaah dakwah, itu sama sekali tidak memberi maslahat untuk mengusir kerusakan yang ada. Situasinya mirip dengan seseorang dokter yang lari meninggalkan tugas mulianya mengobati pasien yang sedang sakit.

Kesalahan adalah Resiko sebuah Aktivitas

Kesalahan substansial justru terjadi ketika seorang dai mundur dari aktivitas dakwah dan berdiam diri dengan alasan memelihara diri agar tidak menyeleweng dari ajaran Allah. Padahal sebenarnya kemunduran dan diamnya adalah kesalahan dan penyelewengan dari ajaran Allah SWT. Tentu saja kekeliruan itu tetap kami sikapi secara benar. Dalam arti, kekeliruan seorang saudara harus diluruskan dengan adab dan cara-cara yang baik. Dengan tujuan baik, metode yang baik, obkjektivitas dan dengan kelapangan dada di antara kami (penasehat maupun yang dinasehati).

Mundur dari Dakwah, Mungkinkah???

Jika olahragawan bisa mengalami masa pensiun karena usianya yang renta dan kekuatan fisiknya yang melemah. Jika seorang pegawai akhirnya menemui saat pensiun karena usianya telah melewati batas ketentuan umum kepegawaian. Jika seorang artis harus meninggalkan pentas karena keterampilan dan keindahan aktingnya telah digerogoti usianya. Tapi para juru dakwah, tidak mengenal kamus pensiun dan berhenti dari panggung dakwahnya. Kami dan saudara kami di jalan ini tidak mengetahui ada kondisi yang mengharuskan kami mundur dari gelanggang dakwah karena faktor usia, kemampuan fisik yang menurun, pikiran yang sulit difungsikan secara maksimal, atau bahkan karena kondisi eksternal yang memaksa kami untuk mundur. Singkatnya, kondisi apapun tidak akan menyebabkan kami ‘uzlah atau pergi meninggalkan jalan ini.

Nasihat adalah Tiang Penyangga

Nasihat, kritik, teguran, aspirasi, benar-benar kami perlukan di jalan ini. Siapapun kami. Kami tidak membayangkan andai perjalanan ini berlalu tanpa ada teguran, nasihat, kritik, yang sampai kepada kami. Sesungguhnya mendegarkan nasihat, teguran, maupun kritik itu adalah pahit. Tapi keberadaannya seperti seseorang memakan obat yang tidak enak. Sedangkan manfaatnya adalah pelurusan dan keinsyafan. Sesungguhnya hak yang wajib ditunaikan dari persaudaraan adalah bersungguh-sungguh menyampaikan nasihat dan saling melarang yang tidak baik untuk memelihara kebenaran di antara dua saudara.

Demikianlah, keterpeliharaan persaudaraan kami justru ditopang oleh nasihat. Jika kami mengabaikan nasihat, persaudaraan kami justru akan mudah hancur. Kami di jalan ini, harus berusaha lapang menerima kritikan, masukan, nasihat, dari sesama saudara. Dan kami di jalan ini, juga harus mampu menyampaikan nasihat, kritikan, masukan dengan adab-adabnya untuk saudara-saudara kami.

Kesejukan yang Meringankan Langkah

Keletihan itu, akan menjadi beban ketika kami merasakannya sebagai keletihan fisik yang tidak diikuti oleh keyakinan ruhiyah. Maka sesungguhnya kesempitan di jalan ini, pasti menyimpan hikmah luar biasa yang akan tercurah dalam bentuk rahmat Allah swt.

Saling berdo’a di antara sepi

Jalan dakwah membawa kami tiba di sebuah komunitas do’a. Perkumpulan orang-orang beriman yang saling mendo’akan. Di mana kami mendo’akan saudara-saudara kami. Kemudian saudara-saudara kami pun mendo’akan kami. Inilah persekutuan do’a yang luar biasa, karena kami semua memerlukan do’a dari siapapun, terlebih orang-orang beriman dan shalihin. Kami yakin dengan firman Allah swt. “ Dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya (QS Asy Syu’ara : 26).

Keberkesanan Membaca Sirah Orang-orang Shalih

Keterpengaruhan ini sesungguhnya sulit dirasakan oleh mereka yang tidak berada di jalan dakwah. Di antara kami, ada yang sungguh-sungguh tenggelam dalam alur perjuangan mereka sehingga memotivasi kami secara kuat untuk terus berjalan dan melanjutkan perjuangan mereka di atas jalan dakwah. Kami merasakan bahwa apa yang kami alami, adalah bagian dari mata rantai perjuangan yang juga mereka perjuangkan. Jengkal demi jengkal langkah kami, seperti bagian dari perjalanan panjang para pejuang itu hingga menjadikan kami kuat dan bertahan untuk melanjutkan perjalanan.

Kesulitan yang Menambah Kekuatan

Imam Hasan Al banna menjelaskan tentang karakteristik pejuang dakwah adalah orang-orang yang tidak tidur sepenuh kelopak matanya, makan seluas mulutnya, tertawa selebar rahangnya dan menunaikan waktunya dalam senda gurau permainan yang sia-sia. Jika itu yang terjadi, mustahil ia termasuk orang-orang yang menang atau orang-orang yang tercatat sebagai barisan mujahidin. Aku bisa menggambarkan karakter seorang mujahid adalah orang yang telah menyiapkan perbekalan dan persiapannya, yang selalu memikirkan terhadap dakwah yang ada di setiap sudut jiwanya, dan memenuhi relung hatinya. Ia selalu dalam kondisi berfikir, sangat perhatian untuk berdiri di atas kaki yang siap sedia. Jika diseru ia menjawab atau jika dipanggil ia memenuhi panggilan. Langkahnya, ruhnya, bicaranya, kesungguhannya, permainannya selalu berada dalam lingkup medan dakwah yang ia persiapkan dirinya untuk itu.

Bangga dengan Amal Shalih

Kami memperhatikan sabda Rasulullah saw yang memuji kehadiran orang-orang aneh. “Pada awalnya Islam datang sebagai sesuatu yang aneh dan akan kembali menjadi sesuatu yang aneh . Maka beruntunglah orang-orang yang aneh (al ghuraba). “ Para sahabat bertanya, “Siapakah orang-orang aneh itu, wahai Rasulullah?” Ia menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang melakukan perbaikan ketika manusia berada di dalam kerusakan.” (HR. Muslim).

Menjadi hiduplah nasihat Ustadz Mushtafa Mahsyur dalam jiwa kami. “Jika anda ragu bekerja karena gentar menghadapi kritikan, pasti anda tidak akan bisa bekerja selama-lamanya. Tetapi kerjakanlah apa yang anda yakini kebenarannya, jelas kegunaannya, diridhai oleh Rabbmu dan terpuji di kalangan para ulama yang ikhlas, meskipun anda dibenci dan dimaki sepanjang hidupmu oleh para pendengki, tetapi di antara mereka pasti ada yang senang kepada anda setelah anda meninggal dunia (Mushtafa As Siba’i, Hakadzaa allamatni al hayaah).

Potensi Besar yang Tersingkap di Jalan Ini

Berapa banyak di antara kami, yang sebelumnya merupakan pribadi yang tak menghargai diri dan tidak mengenal potensi dirinya, tapi kemudian di jalan ini kami menemukan perkembangan potensi diri yang lain, yang sangat kami syukuri. Kedekatan kepada Allah di jalan ini telah membuka saluran-saluran amal dan kontribusi kebaikan yang begitu banyak, lalu membuka kesempatan kami melakukan kebaikan apapun sesuai potensi yang ada. Kami tidak membayangkan, apa jadinya kami bila tidak berada di jalan ini.

Bergerak Karena Diri Sendiri Bukan Orang Lain

Tidak, Kami adalah da’i yang telah memilih jalan dakwah ini sebagai pijakan kaki kami. Sosok figur mungkin saja mempesona kami untuk lebih giat melakukan banyak kontribusi di jalan ini. Tapi bukan itu yang dominan dalam hati kami. Sosok figur juga bisa melakukan kesalahan, dan kesalahan itu juga tidak membuat kami tertahan atau meninggalkan jalan ini. Karena kami telah memilih untuk melangkah di atas kaki kami sendiri, di atas pemahaman dan keyakinan lubuk hati kami sendiri. Ya, sekali lagi, karena kami sendiri yang telah memilih jalan ini.

Peristirahatan, Bernama Terminal Canda

Menempuh perjalanan dakwah, meninggalkan pelajaran pada kami tentang kebutuhan jiwa untuk beristirahat dan tertawa, namun tetap pada porsi dan batasan etikanya. Pertemuan kami dengan sesama saudara di jalan ini, hampir selalu diwarnai dengan senyum dan tertawa. Meskipun begitu, pembahasan yang memerlukan keseriusan berpikir dan ketegasan berpendapat, tidak terganggu oleh dinamika canda dan tertawa kami. Kami merasakan, canda-canda yang berkembang di antara kami bisa memberi energi baru yang mencerahkan jiwa dan pikiran. Bahkan bisa juga berfungsi untuk menghilangkan kebekuan, mencairkan hubungan, mendekatkan kembali ikatan batin yang mungkin saja mulai ternoda oleh debu perjalanan. Senyum dan tertawa, memberikan kesejukan tersendiri dalam ruang kebersamaan kami di jalan ini.

Kami ingin senyum dan tawa dalam kebersamaan ini seperti yang dikatakan Ibnu Umar ra tentang sahabat Rasulullah saw. Ketika ia ditanya, “Apakah para sahabat Rasulullah itu tertawa?” Ibnu Umar menjawab, “Ya, mereka tertawa, tapi keimanan dalam hati mereka laksana gunung yang kokoh.”

Perjalanan ini Tidak Boleh Terhenti

Setelah kesulitan melakukan amar ma’ruf dan nahyul mungkar. Setelah menumpahkan segenap upaya, kesabaran dan lipatan kesabaran. Kami harus tetap bertahan dan meneruskan perjalanan ini. Kami tidak boleh tergelincir akibat orang-orang yang tergelincir dari jalan ini. Kami tidak boleh tertipu dengan kekuatan kebatilan, karena kebenaran akan tetap eksis. Jalan ini menunjukkan fakta kepada kami, bahwa perjalanan bersama kebatilan hanya bergulir satu masa. Sementara perjalanan bersama kebenaran itu akan berlangsung hingga akhir masa.

Tidakkah kalian perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik. Akarnya teguh, dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat” (QS Ibrahim :25)



Wallahua’lam Bish Showaf

Oleh: M. Lili Nur Aulia